Minggu, 20 April 2014

PENGEMBANGAN BIOFUEL BERBASIS KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF BIODIESEL

PENGEMBANGAN BIOFUEL BERBASIS KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF BIODIESEL
Eramona Dahiya
Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Beberapa tahun ke depan kebutuhan minyak bumi semakin besar, sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis. Saat ini sangat dibutuhkan energi alternatif yang merupakan pengganti bahan bakar minyak yang cadangannya terus berkurang dan akan lebih baik bila lebih ramah lingkungan. Beberapa jenis tanaman ternyata telah terbukti dapat digunakan sebagai sumber energi. Selain mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, terbarukan, memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan juga lebih ramah lingkungan. Dengan mengubah kandungan lemak yang ada pada beberapa tanaman melalui proses transesterifikasi dapat diperoleh senyawa ester yang dapat menggantikan minyak solar, dengan fermentasi gula dapat diperoleh etanol sebagai pengganti bensin, dan dengan memproses kotoran dengan bakteri anaerob dapat diperoleh biogas. Dengan pengolahan yang baik akan dapat diperoleh hasil yang memadai. Bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel adalah bahan bakar transportasi berbasis komoditas pertanian yang biasanya digunakan untuk bahan makanan. Produk komersial BBN yang cukup populer adalah bioetanol dan biodiesel. Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Di Indonesia, untuk memproduksi biodiesel umumnya digunakan metode transesterifikasi, dengan bahan baku jarak pagar, kelapa sawit.

Kata kunci : Biofuel, Pengembangan Biodiesel, Kelapa sawit,Transerifikasi











PENDAHULUAN
            Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama.  Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis selain itu kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama. Hal ini menuntut beberapa upaya untuk diciptakan bahan bakat alternatif, mengingat minyak bumi merupakan bahan galian yang sifatnya tidak mudah diperbaharui.
Sebenarnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan. Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih sederhana adalah biofuel seperti energi biogas, energi bioetanol dan biosolar. Energy  alternative ini selain berfungsi untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap sumber daya minyak bumi tetapi juga dapat meminimalisir limbah pencemaran udara yang dihasilan dari pengolahan minyak bumi.
            Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.           
            Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan energi yang dihasilkan oleh teknologi biofuel ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Penelitian tentang bahan bakar alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman, Prancis, dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel dengan memanfaatkan tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed, AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan untuk Indonesia tanaman yang paling potensial adalah kelapa sawit. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbarui. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya gasohol E-10, dan biodiesel dengan produknya B-10.
            Di Indonesia, usaha peningkatan produksi kelapa sawit hingga saat ini terus dilakukan, baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Usaha intensifikasi dilakukan dengan berbagai penelitian genetik bahan tanaman dan kultur teknis, sedangkan usaha ekstensifikasi dilakukan dengan berbagai program perluasan areal penanaman baru. Sehingga dari berbagai jenis bahan baku biodiesel maka biodiesel dari minyak kelapa sawit (CPO) mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia mengingat jumlah ketersediaan dan potensi pengembangan tanaman kelapa sawit yang cukup besar.

GAMBARAN KHUSUS
Biodiesel Berbahan Baku Kelapa Sawit
            Saat ini kebutuhan akan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi di semua sektor pengguna energi secara nasional juga semakin besar.             Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis selain itu kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama. Hal ini menuntut beberapa upaya untuk diciptakan bahan bakat alternatif, mengingat minyak bumi merupakan bahan galian yang sifatnya tidak mudah diperbaharui.
            Selain itu system pembaruan energy/energy alternative bertujuan dalam penurunan terhadap polusi lingkungan. Selain CO2, penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan emisi polutan seperti CO, NO, SO2, VOC, POP, PAH, partikulat, logam beracun (Cd, Hg, As, dll.) ke udara. Kepedulian terhadap permasalahan permasalahan di atas mendorong keluarnya kebijakan pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan peningkatan penggunaan energi baru terbarukan.         
            Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.
            Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan energi yang dihasilkan oleh teknologi ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbaruai. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya gasohol E-10, dan biodiesel dengan produknya B-10.
            Indonesia merupakan salah satu negara yang paling kaya sumber keanekaragaman hayatinya dan didukung dengan iklim yang sangat baik merupakan tempat tumbuhnya berbagai tanaman termasuk tanaman yang dapat menghasilkan energi alternative. sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku untuk produksi energi alternative untuk menggantikan bahan bakar minyak, baik berupa bioethanol sebagai pengganti premium maupun biodiesel sebagai pengganti minyak solar. Biodiesel mempunyai sifat pembakaran yang sangat serupa dengan minyak solar, sehingga dapat dipergunakan langsung pada mesin berbahan bakar minyak solar tanpa mengubah mesin.
            Penelitian tentang bahan bakar alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman, Prancis, dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel dengan memanfaatkan tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed, AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan untuk Indonesia tanaman dapat digunakan adalah kelapa sawit, biji jarak dan kacang kedelai. Namun , tanaman yang paling potensial adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dipilih sebagai alternatif untuk diesel karena mampu mengurangi emisi bersih karbon dioksida yang merupakan penyumbang utama pemanasan global.
            Di Indonesia, untuk memproduksi biodiesel umumnya digunakan metode transesterifikasi, dengan bahan baku jarak pagar, kelapa sawit.  dengan bantuan metanol dan natrium hidroksida (NaOH) sebagai katalis. Upaya pengembangan biodiesel mendesak dilakukan antara lain untuk mengurangi konsumsi solar dan juga dapat mengurangi beban masyarakat akibat mahalnya harga solar serta  pasokan yang tidak menentu. Selain itu juga  penggunaan biodiesel berfungsi untuk mengurangi polusi CO2 dari hasil pembakaran fosil.
            Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar, atau dicampur dengan solar dengan prosentase tertentu dapat membantu menyelesaikan beberapa permasalahan yang dihadapi dunia bahkan Indonesia yang sedang mengalami krisis energi fosil, disamping lebih ramah terhadap lingkungan, biodiesel juga merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable energy). Karakteristik biodiesel menyerupai karakteristik bahan bakar solar, bahkan secara umum angka setana dari biodiesel lebih tinggi, walaupun torsi dan daya yang dihasilkan masih sedikit lebih rendah dari solar.



Karakteristik Kelapa sawit
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Alaeis
Species : Alaeis guineensis
            Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
            Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengankelapa.
            Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
            Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
            Buah terdiri dari tiga lapisan:
• Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
• Mesoskarp, serabut buah
• Endoskarp, cangkang pelindung inti
            Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel                                                          
            Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Bahan dasarnya minyak nabati, yaitu kelapa sawit dan jarak pagar. proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati disebut transesterifikasi. Transeterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain. Dalam proses transesterifikasi diperlukan katalis untuk mempercepat proses. Untuk mempercepat reaksinya digunakan katalis methanol dan ethanol. biji kelapa sawit diperas dan disaring. Dari CPO proses berikutnya bisa digunakan untuk minyak goreng, yaitu melalui pemurnian terlebih dulu. Karena warna asli CPO itu gelap sekali. Sedangkan untuk menjadi bahan bakar, CPO akan diproses lebih lanjut dalam proses transesterifikasi maupun eksterifikasi.
            Proses esterifikasi yaitu mereaksikan methanol (CH3OH) dengan CPO parit dengan bantuan katalis asam yaitu asam sulfat (H2SO4). Dalam pencampuran ini, asam lemak bebas akan bereaksi dengan methanol membentuk ester
            Pada proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi yang dilakukan pada esterifikasi. Proses transesterifikasi melibatkan reaksi antara trigliserida dengan methanol membentuk metil ester. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencucian biodiesel. Temperatur air pencucian yang digunakan sekitar 60°C dan jumlah air yang digunakan 30% dari metil ester yang akan dicuci. Tujuan pencucian itu sendiri adalah agar senyawa yang tidak diperlukan (sisa gliserol, sisa metanol, dan lain-lain) larut dalam air. Kemudian hasil pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge untuk memisahkan air dan metal ester berdasarkan berat jenisnya. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan metil ester dengan menggunakan evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur di dalam metal ester.
            Pengeringan dilakukan lebih kurang selama 15 menit dengan temperature 105°C. Keluaran evaporator didinginkan untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan biodiesel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selain bisa dijadikan biodesel limbah cair hasil proses pengolahan kelapa sawit juga dapat dibuat sebagai gas metan dan pupuk cair.
Bahan Baku dan Proses Pembuatan BBN

Gambar 1: Bahan Baku dan Proses Pembuatan Bahan Bakar Nabati (Perpustakaancyber.blogspot.com)


Upaya Promosi
            Pemanfaatan kelapa sebagai bahan baku biodiesel akan memberikan nilai manfaat yang lebih besar dari buah kelapa, antara lain: 1) menghasilkan bahan bakar minyak diesel yang ramah lingkungan, 2) bahan baku dapat diperbaharui, 3) membuka diversifikasi produk olahan kelapa selain kopra, 4) meningkatkan nilai ekonomi kelapa dan kesejahteraan petani, dan 5) menyerap tenaga kerja yang lebih banyak karena proses produksi biodiesel kelapa relatif mudah dengan teknologi sederhana dan investasi rendah.
            Teknologi biodiesel relatif sederhana dengan produk berupa alkil ester asam lemak (metil atau etil ester) yang diproduksi melalui proses transesterifikasi. Pengembangan BBN (Bahan Bakar Alternatif) merupakan pilihan strategis dan berdimensi jangka panjang. Hal ini tertuang dalam Inpres No. 25/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional makin mempertegas arah pengembangan bahan bakar alternatif. Penggunaan biodiesel berpeluang memperbaiki kualitas lingkungan, menggerakkan perekonomian khususnya sector pertanian, memperkuat sistem ekonomi daerah, dan peluang bagi pemerintah setempat menarik minat investor dalam negeri maupun luar negeri.  
            Mengembangkan biodiesel berbahan baku kelapa berdasarkan keuntungan ekonomi dan lingkungan. Memberikan insentif kepada pengusaha biodiesel. Membentuk kelompok petani kelapa untuk membangun usaha biodiesel skala kecil dan sosialisasi pengolahan kelapa menjadi biodiesel dan manfaat pemakaiannya.
            Adapun dalam pelaksaan promosinya dapat melibatkan BUMD dan masyarakat setempat dalam menginisiasi usaha biodiesel sehingga dapat mengembangkan industri biodiesel berkelanjutan. Selain itu pemerintah juga memberikan subsidi biodiesel dan dapat memanfaatkan dan melatih tenaga setempat (lokal) untuk membantu usaha biodiesel.
            Teknologi biodiesel relatif sederhana dengan produk berupa alkil yang diproduksi melalui proses transesterifikasi. Beberapa rancang bangun pabrik biodiesel telah dikembangkan dan produk yang dihasilkan telah diuji, termasuk road test. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan/ Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung telah mengembangkan mesin pengolah biodiesel berkapasitas 50 liter dengan waktu proses 6-8 jam.
            Biodiesel produksi telah diuji coba sejak tahun 2001 untuk mesin-mesin pertanian dan kendaraan transportasi.. Pada akhir tahun 2004 telah dilakukan road test Medan-Jakarta dengan menggunakan biodiesel B-10 pada kendaraan truk dan mobil.
Mesin tersebut cocok untuk pulau terpencil yang memiliki pertanaman kelapa, sehingga dapat mengurangi konsumsi solar dan dapat mengembangkan produksi biodiesel.

Usaha Preventif
            Untuk memulai usaha biodiesel, petani kelapa memerlukan dana tunai untuk membeli peralatan dan mesin serta modal kerja. Kebutuhan dana tunai dapat diantisipasi dengan pembentukan kelompok petani kelapa untuk menghimpun modal bersama. Dana pengembangan BBN juga dapat berasal dari pinjaman berbunga rendah dan tanpa agunan dari Bank Pembangunan Daerah atau BUMN seperti PT Telkom, PLN, dan Pertamina, yang memiliki dana khusus Corporate Social Responsibility (CSR).
            Kelemahan lainnya adalah sistem pemasaran yang belum standar. Untuk itu diperlukan prosedur pemasaran yang standar sehingga produk akhir biodiesel siap dipasarkan di SPBU. Lokasi SPBU yang menjual biodiesel juga belum banyak diketahui masyarakat. Selan itu juga, sosialisasi penggunaan biodiesel oleh Pertamina masih kurang, sehingga masyarakat kurang menyadari manfaat biodiesel. Jika harga biodiesel murah dan masyarakat mengetahui manfaat biodiesel bagi lingkungan dan ekonomi pedesaan, diperkirakan biodiesel akan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Teknologi pembuatan biodiesel tergolong baru bagi petani kelapa sehingga perlu disosialisasikan melalui pelatihan dan pendampingan.
            Kebijakan pemerintah dalam hal bahan bakar nabati (BBN) dituangkan dalam Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energy nasional dan Inpres No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels) sebagai bahan bakar lain. Kebijakan ini merupakan payung hukum dalam pengembangan BBN. Namun demikian masih diperlukan peraturan yang lebih detail tentang jenis biodiesel untuk transportasi dan untuk industri serta standar mutu baku setiap jenis produk biodiesel. Jaminan pasokan bahan baku dan insentif bagi produsen dan pengguna biodiesel, seperti pembebasan pajak pertambahan nilai biodiesel untuk jangka waktu tertentu juga dapat mendorong pengembangan biodiesel.
            Sejauh ini di Indonesia belum ada pabrik minyak sawit yang juga memproduksi biodiesel secara komersial. Produksi biodiesel dari minyak sawit masih berskala laboratorium dengan penggunaan terbatas, seperti dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspitek Serpong, atau pabrik percontohan biodiesel milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera.
            Teknologi dan keuangan pemerintah Indonesia baru mampu untuk membangun pabrik berkapasitas 3.000 ton per tahun. Nada pesimistis juga terkait dengan pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit yang dapat memunculkan masalah kepemilikan lahan dan konservasi hutan. Polusi asap akan semakin meningkat jika pembukaan lahan dilakukan dengan cara pembakaran. Belum lagi masalah hilangnya keberagaman hayati. Permintaan BBN (Bahan Bakar Nabati) domestik masih rendah karena belum didukung kebijakan pemerintah. Pemerintah perlu menerbitkan aturan yang mewajibkan penggunaan BBN domestik.

DAFTAR PUSTAKA
Bustaman, Sjahrul. (2009). Strategi Pengembangan Industri Biodiesel Berbasis Kelapa di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 28 (2): 46-52.

Gupta, Ram., Demirbas, Ayhan. (2010). Gasoline, Diesel and Ethanol Biofuels from Grasses and Plants. Cambridge University Press, Cabridge.

Harpini, Banun. (2006).  Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol.28(3): 1-3.

Ismunandar. (2010) . Teknologi Penghemat dan Pereduksi Emisi Gas Buang Motor Diesel Kapal Perikanan.  Makalah Konferensi Kelautan Universitas Gajah Mada.

Jatmiko, Bambang. (27 februari 2014).. Industri kelapa sawit kembali bergeliat tahun ini. Kompas. Diakses tanggal 29 maret 2014 (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/27/1333131/GAPKI.Industri.Kelapa.Sawit.Kembali.Bergeliat.Tahun.Ini)

P. Ravi Kumar , K. Rajagopal , R. Hari Prakash and B. Durga Prasad , 2008. Performance of C.I. Engine Using Blends of Methyl Esters of Palm Oil with Diesel. Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 3: 217-220.

Putra, Fajar,. Hutabarat, Sakti., Tety, Ermy. (2012). Prospek Komoditas Minyak Kelapa Sawit (CPO) dalam Pemngembangan Biodiesel sebagai Alternatif Bahan Bakar di Indonesia. Pekbis Jurnal, Vol.4(3): 152-162.

Putri. (2012). Studi Proses Pembuatan Biodiesel dari M inyak Kelapa (Coconut Oil) dengan Bantuan Gelombang Ultrasonic. Jurnal Rekayasa Pengembangan, Vol. 6 (1): 2.
Sains. (12 Desember 2009). Biofuel kelapa sawit tak banyak memberi manfaat untuk rakyat. Kompas. Diakses tanggal 2 april 2014 (http://sains.kompas.com/read/2009/12/24/05425740/biofuel.kelapa.sawit.tak.banyak.memberi.manfaat.untuk.rakyat)
Santoso, Urip. (2012). Industri kelapa sawit sebagai solusi alternative penghasil energy yang ramah lingkungan. Diakses pada tanggal 29 maret 2014 (http://uripsantoso.wordpress.com/2012/06/13/industri-kelapa-sawit-sebagai-solusi-alternatif-penghasil-energi-yang-ramah-lingkungan/)
Schobert, Harold. (2013). ). Chemistry of Fossil Fuels and Biofuels. Cambridge University Press, Cambridge.
Simanjuntak, M.E. (2005). Beberapa Energi Alternative yang Terbarukan dan Proses Pembuatanya. Jurnal Teknik Simetrika, Vol. 4(1): 287-293.
Sugiyono, Agus. (2010). Peluang Pemanfaatan Biodiesel dari Kelapa Sawit sebagai Bahan Bakar Solar ALternatif Pengganti Minyak Solar di Indonesia. Prospek Pengembangan Biofuel seagai Bahan Bakar Minyak, pp 29-39.
Sugiyono, Agus. (2012). Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global. Diakses pada tanggal 9 April 2014. (http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/bahan-bakar-nabati-biofuel-mikroalga.html)
Sunarwan, Bambang. (2013). Pemanfaatan Limbah Sawit Untuk Bahan Bakar Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Jurnal Tekno Insentif Kopwi, Vol. 7 (2): 1-14.

Wi. (2007). Kelapa sawit. Diakses pada tanggal 29 maret 2014 (http://wi.2127.wordpress.com/2007/09/22/kelapa-sawit)
Yusuf, Rachman dan Hamid, ST. (2002). Preparasi Karakteristik Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit. Jurnal Teknologi  Makara, Vol. 6(2): 60-65.

Zainal, Arifin., Suhartanta. (2008).  Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Alternatif esin Diesel. Jurnal Penelitian Saintek, Vol3(1): 19-46.


Jumat, 04 April 2014

porifera dan coelenterata

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Wilayah perairan baik laut, sungai, maupun danau dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Keberadaan hewan-hewan di perairan merupakan salah satu biota laut yang sangat menarik perhatian manusia, bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia dan keunikannya, tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan hewan-hewan yang hidup di perairan makin hari makin meningkat seiiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keanekaragaman hewan di wilayah perairan dunia ini menunjukan variasi yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu cara yang tepat untuk mempermudah dalam mempelajarinya, yaitu taksonomi. Taksonomi hewan ini diawali dengan adanya klasifikasi. Klasifikasi di sini dapat diartikan  sebagai pengelompokan hewan ke dalam suatu grup dengan melihat persamaan dan perbedaannya. Dari klasifikasi ini akan muncul unit formal pada sembarang tingkatan hirarki yang disebut dengan takson. Makalah ini akan menjabarkan Porifera dan Coelenterata ditinjau dari ilmu taksonomi hewan.
B.      Rumusan masalah
1.      Bagaimana ciri-ciri filum Porifera?
2.      Bagaimana struktur tubuh hewan yang termasuk filum Porifera?
3.      Bagaimana Klasifikasi filum Porifera?
4.      Bagaimana nilai ekonomis hewan yang termasuk filum Porifera?
5.      Bagaimana ciri-ciri filum Coelenterata?
6.      Bagaimana struktur tubuh hewan yang termasuk filum Coelenterata?
7.      Bagaimana Klasifikasi filum Coelentrata?
8.      Bagaimana nilai ekonomis hewan yang termasuk filum Coelenterata?
C.    Tujuan penulisan
1.      Menjelaskan ciri-ciri filum porifera
2.      Mendeskripsikan struktur tubuh hewan yang termasuk filum Porifera
3.      Menjelaskan klasifikasi filum Porifera
4.      Menjelaskan nilai ekonomis hewan yang termasuk filum Porifera
5.      Menjelaskan ciri-ciri filum Coelenterata
6.      Mendeskripsikan struktur tubuh hewan yang termasuk filum Coelenterata
7.      Menjelaskan klasifikasi filum Coelenterata
8.      Menjelaskan nilai ekonomis hewan yang termasuk filum Coelenterata


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Porifera (Spons)
1.   Ciri-ciri filum Porifera
Menurut Kozloff (1990) sebagaimana dikutip oleh Meutia Samira et al. (2011). Spons adalah hewan metazoa multiseluler, yang tergolong ke dalam filum Porifera, yang memiliki perbedaan struktur dengan metazoan lainnya. Romimohtarto dan Juwana (1999) sebagaimana yang dikutip oleh Meutia Samira et al. (2011) menyatakan bahwa hal ini disebabkan seluruh tubuh spons terbentuk dari sistem pori, saluran dan ruang-ruang, sehingga air dapat dengan mudah mengalir keluar dan masuk secara terus menerus. Hewan ini mencari makan dengan mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya secara aktif
Porifera atau spons memiliki bentuk tubuh yang sangat beragam, mulai dari bentuk tabung, gumpalan, vas, menjalar, dan sebagainya. Porifera hidup di dalam air, sebagian besar menempel pada substrat  berupa batu karang atau pada cangkok hewan lain, namun ada juga yang berdiri ditopang oleh semacam stalk (batang semu) sehingga bentuknya tampak seperti tumbuhan. Ukuran diameter tubuh bervariasi antara beberapa millimeter hingga 2 meter. Spons atau Porifera tidak dapat bergerak seperti hewan pada umumnya. Sementara itu warna spons juga beraneka ragam seperti ungu, biru, kuning, merah terang, orange atau putih yang merupakan simbiosis dengan bakteri atau alga bersel satu.
2.   Struktur Tubuh hewan yang termasuk filum Porifera
Ukuran tubuh Porifera sangat bervariasi, dari sebesar kacang polong sampai setinggi 90 cm dan lebar 1 m. Bentuk tubuh Spons juga bermacam-macam, beberapa simetri radial, tetapi kebanyakan berbentuk tidak beraturan dengan pola bervariasi. Genus Leucosolenia adalah salah satu jenis spons yang bentuknya sangat sederhana, seperti kumpulan jambangan kecil yang berhubungan satu sama lain pada bagian pangkalnya, hidup di laut menempel pada batu karang di bawah batas air surut terendah. Di dalam setiap individu yang berbentuk seperti jambangan tersebut terdapat rongga yang disebut  spongocoel atau atrium. Pada permukaan tubuhnya terdapat lubang-lubang atau pori-pori yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel, kemudian akhirnya keluar melalui osculum. (Suwignyo et al: 2005, 34)
Gambar 33-2 rev2Gambar 33-2 rev3
Gambar 1. Anatomi tubuh Spons (Sumber: Campbell jilid 2)


Gambar 2. Struktur sponge yang sederhana, A. Koloni kecil kulit Leucosolenia, B.  Potongan tubuh, C. Schypa
Sumber: Suwignyo et al., 2005
Secara umum spons terdiri dari beberapa jenis sel yang menyusun struktur tubuh dan biomassanya. Sel-sel tersebut memiliki fungsi yang berperan dalam organisasi tubuh spons. Dinding tubuh spons terorganisasi secara sederhana. Lapisan luar dinding tubuh disusun oleh sel-sel pipih yang disebut pinacocytes. Pada dinding tubuh spons juga terdapat pori-pori tempat masuknya air ke dalam tubuh, yang dibentuk oleh porocyte. Sel-sel ini dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi. (Meutia Samira et al, 2011)
Pada bagian dalam pinacoderm terdapat mesohyl, yang terdiri dari matriks protein bergelatin yang mengandung skeleton dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini berfungsi seperti jaringan ikat pada metazoa lainnya. Skeleton spons demospongia terbentuk dari spikula bersilika dan serat protein spongin. Spikula spons memiliki jenis yang beragam, sehingga dijadikan dasar untuk identifikasi spons. Spikula berada di dalam mesohyl, namun sering juga ditemukan pada lapisan pinacoderm. (Meutia Samira et al, 2011)
Menurut Rupert and Barnes (1994) sebagaimana dikutip oleh Meutia Samira et al. (2011) sel-sel amoeboid dapat ditemukan pada mesohyl, dan tersusun dari beberapa jenis sel. Archaeocyt adalah sel berukuran besar dengan nukleus yang besar pula. Sel ini merupakan sel fagositosis dan berperan dalam digesti makanan, serta bersifat totipotent. Sel-sel lainnya adalah collencytes, sclerocytes, dan spongocytes, serta choanocytes, terdapat pada bagian dalam mesohyl, sejajar dengan spongocoel. Sel ini berperan dalam pergerakan air dalam tubuh spons dan untuk menyediakan makanan
Ada 3 tipe saluran air spons yakni tipe asconoid, syconoid dan leuconoid yang merupakan bentuk elaborasi dari permukaan choanoderm dan mesohyl. Pada tipe asconoid, atriumnya besar dan tidak terpartisi, pada tipe asconoid bagian tepi atrium terbagi menjadi sejumlah rongga kecil dimana area permukaan choanocytes meningkat, sedangkan pada tipe leuconoid atrium tereduksi menjadi semacam lorong-lorong mesohyl dengan jaringan kanal air yang kompleks dan banyak rongga berflagella. Contoh tipe saluran asconoid ditampilkan pada genus Leucosolenia, sedangkan tipe syconoid dicontohkan pada genus scypha.
http://boniephoel.files.wordpress.com/2011/02/picture21.jpg
Gambar 2. Tipe-tipe system kanal pada Spons
Semua spons memiliki kemampuan reproduksi secara seksual, dan beberapa tipe mampu bereproduksi secara aseksual. Porifera mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Bagian spons yang terpotong akan mengalami regenerasi menjadi utuh kembali. Kemampuan regenerasi ada batasnya, misalnya potongan spons harus lebih besar dari 0,4 mm dan mempunyai beberapa sel choanocyte supaya mampu melakukan regenerasi menjadi spons baru yang kecil (Suwignyo et al., 2005).
Reproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) atau pembentukan sekelompok sel esensial terutama amoebocyte, kemudian dilepaskan. Spons air tawar dan air laut membentuk gemmule, yaitu tunas internal. Gemmule terbentuk dari sekumpulan amoebocyte berisi cadangan makanan dikelilingi amoebocyte yang membentuk lapisan luar yang keras dan acapkali terdapat spikula sehingga membentuk dinding yang resisten Reproduksi seksual terjadi baik pada spons yang hermaproduktif, namun sel telur dan sperma diproduksi pada waktu yang berbeda sperma dan telur dihasilkan oleh amoebyte osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air. Dalam spongocoel atau feagelated chamber, sperma akan masuk ke choanocyte atau amoebocyte. Sel amoebocyte berfungsi sebagai pembawa sperma menuju sel telur, terjadilah pembuahan (fertilisasi), perkembangan embrio sampai menjadi larva berflagella masih di dalam mesohyl. Larva berflagella disebut juga larva amphiblastula. Keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar dari tubuh induk melalui osculum. Larva amphiblastula berenang bebas beberapa saat kemudian menempel pada substrat tumbuh menjadi besar dan dewasa.
3.      Klasifikasi Filum Porifera
Porifera terdiri dari 4 kelas berdasarkan jenis spikulanya, yaitu Calcarea, Hexactinellida, Demospongiae dan Sclerospongae (Suwignyo et al, 2005).
Gambar 3. Filum Porifera. Kelas Calcarea: Scypha. Kelas Hexatinellida: Regadrella (Spons kaca). Kelas Demospongia: Poterion (Piala Neptunus), Microciona dan Haliclona (Sumber: Suwignyo et al., 2005)
1)      Kelas Calcarea
Ciri-ciri dari calcarea: Rangka tubuh Calcarea tersusun dari kalsium karbonat, rangkanya berspikula kapur, kanositnya besar, spikula berbentuk monokson,triakson, maupun tetrakson, anggotanya memiliki ketiga saluaran kanal, oscan, sycon, leucon, Umumnya calcarea tubuhnya kecil sekitar 3-4 inci, morfologi luarnya tersusun atas Ostium, Pinakosit dan Oscalum ,perkembang biakan secara vegetatif dan generatif.
* Perkembangan secara vegetatif –> pembentukan tunas dan gemulae ( utir benih )
* Perkembangan secara generatif –> berlanngsung secara Anisogami
Gambar 4. Kelas Calcarea (Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-t )
Habitat calcarea sebagian terdapat pada lauut yang ber suhu hangat, ditemukan diperairan dangkal yang terlindungi dan memiliki kedalaman kurang dari 1000 m. Pada daerah teropis calcarea berasosiasi dangan trumbu karang.
Kebanyakan calcarea bereproduksi secara aseksual dengan regenerasi jaringan. Spong juga dapat bereproduksi secara seksual dengan menjadi hermaprodit sperma dan telur dapat di produksi secara berurutan pada waktu yang sama. Sel sperma dan telur dilepas di dalam air dan dibuahi antar spesies. Telur yang dibuahi akan menjadi larva dan berenag bebas.
2)      Kelas Hexactinellida
Ciri-ciri Hexactinellida : Hexactinellida adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Porifera. Golongan ini spikulanya tersusun dari zat kersik dan hidup di laut yang dalam. Hewan ini juga disebut spons gelas. Mereka hidup di laut, mempunyai spikula dengan enam jejari polong, tubuh dapat mencapai panjang hampir 1 m dan hidup di kedalaman 100 – 4.500 m. Contoh porifera dari kelas ini adalah Euplectella aspergillum.
Kelasifikasi Hexactinellida
Gambar 5. Kelas Hexatinellida (Sumber:http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/02/19/hexatinellida/ )
Reproduksi pada hexactinellida sperma ditransfer ke organisme lain melalui air, dan kemudian harus membuat jalan sendiri menuju kesel telur. Setelah pembuahan larva di inkubasi selama waktu yang relativ lama, sehingga mereka bahkan membentuk spikula dasar sebelum dilepas sebagai larva parenchymella. Hal ini berbeda dengan spons lainnya yang mempunyai flagela atau alat gerak lainnya. Setelah larva menempel di dasar laut larva bermetamorfosis dan spons dewasa mulai tumbuh.

3)      Kelas Demospongiae
Demospongiae adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Porifera. Golongan ini bertulang lunak karena tidak memiliki rangka. Ada beberapa yang memiliki rangka yang tersusun dari serabut-serabut spongin dengan spikula dari zat kersik. Sebagian besar anggota demospongiae berwarna cerah karena mengandung pigmen granula dibagian sel amobositnya .
Hampir 75% jenis spons yang dijumpai di laut adalah dari kelas Demospongiae. Spons dari kelas ini tidak memiliki spikula "triaxon" (spikula kelas Hexactinellidae), tetapi spikulanya berbentuk "monaxon", "tetraxon" yang mengandung silikat. Beberapa jenis spons kelas ini ada yang tidak mengandung spikula tetapi hanya mengandung serat-serat kolagen atau spongin saja.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnu_xH-g6eR30-MZuTUqAEUBw5dOB1yIRPrP74SXwYHhoRkjD9wtSkaYmYlEQghf5CZ7Poav2h3kzhsU3UIlAATkoj_hvWbYldUC5Z3qTtccvmuImxbC_nHpRNMvtjoO14bbjX9Fcly3rr/s1600/Microciona-sp..jpg
Gambar 6. Kelas Demospongiae (Sumber:http//www.geoffschultz.org/Reef/Sponges/imagepages/2005022113808.html)
Demospongiae dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi seksual spermatosit berkembanng dari transfofmasi koanosit dan oosit timbul daro archeocytes. Pada pembelahan sel telur terjadi di mesohil dan membentuk larva parenchimula dengan massa sel internal berukuran besar yang dikelilingi oleh sel flagella eksternal yang lebih kecil. Metode reproduksi aseksual mencakup pertunasan dan pembentukan gemmules.
4)      Kelas Sclerospongiae
Menurut Warren,1982; Harrison dan De Vos,1991; Ruppert dan Barnes,1991 sebagaimana dikutip oleh Suparno (2005) kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat

Gambar 7. Kelas Sclerospongiae (Sumber:http://www.unhas.ac.id/ikpp/Benny%20Buku%20Ajar.pdf)

4.      Nilai  ekonomis  hewan yang termasuk filum Porifera
Beberapa spons laut seperti spons jari berwarna orange, Axinella canabina, diperdagangkan untuk menghias akuarium air laut; ada kalanya diekspor ke Singapura dan Eropa. Jenis spons dari famili Clionidae mampu mengebor dan menembus batu karang dan cangkang molusca sehingga membantu pelapukan pecahan batu karang dan cangkang moluska yang berserakan di tepi pantai. Ada  pula spons yang tumbuh pada kerang-kerangan tertentu dan mengganggu peternakan tiram.
Tidak banyak hewan yang memakan spons karena banyak spikulanya dan baunya tidak sedap. Musuh utama spons laut adalah siput jenis Nudibranchia. Musuh spons air tawar ialah larva serangga dari ordo Neuroptera. Spons air  tawar acapkali mengotori jaring apung , mengganggu aliran air ke dalam jaring apung.
Spons perairan tropis memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber senyawa bioaktif dapat dikembangkan menjadi komoditi bernilai ekonomis tinggi. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan uji bioaktivitas spons adalah pembuatan ekstrak kasar, fraksinasi, isolasi, uji toksisitas dan identifikasi dengan kromatografi gas spektroskopi massa (GC-MS). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak kasar spons dari alam dan hasil transplantasi dengan konsentrasi 15 mg/ml menunjukkan aktif pada bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil uji bioautografi terhadap fraksi hasil Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Kolom menunjukkan keaktifannya dalam menghambat bakteri S. aureus dan E. coli. Identifikasi senyawa berdasarkan analisis GC-MS menunjukkan keberadaan senyawa aktif spons Petrosia nigricans dari hasil transplantasi diduga senyawa 2-Pentanone,4-hydroxy-4-methyl (CAS) dan untuk spons dari alam diduga senyawa 2-Cyclohexan-1-one, 3,5,5-trimethyl. (Anonim, 2009).
Menurut Bergquist & Hartman 1969; Bergquist 1978; Lawson Et Al. 1984 sebagaimana dikutip oleh Ichsan Amir dan Agus Budiyanto (1996) beberapa jenis spons lainnya telah dikenal memiliki manfaat seperti untuk bioindikator pencemaran, indikator dalam interaksi komunitas dan juga dipakai sebagai alat penggosok (bath sponges). Beberapa jenis spons kaya akan senyawa kimia seperti karotin, asam amino bebas, sterol, asam lemak, brominat phenol, derivat senyawa dibromotyrosine dan bromopyrol serta senyawa kimia baru dan juga memiliki nilai yang penting untuk industri farmasi . Hal ini disebabkan beberapa jenisnya memiliki sifat antibiotis yang tinggi serta "antifouling", dan "antiinflamatory" mengidentifikasi senyawa kimia yang dikandung beberapa jenis spons untuk "Kimia -Taksonomi", diantaranya adalah : pigmen karotin dalam spons jenis Antho, Eurypon, Clathria, dan Cyamon; asam amino bebas dalam spons jenis Clathria; Clathriopsumma
B.       Coelenterata
Nama Coelenterata berasal dari bahasa Yunani, yaitu coelos yang berarti rongga sehingga coelenterata berarti hewan yang memiliki rongga. Namun filum Coelenterara lebih dikenal dengan nama Cnidaria. Kata Cnidaria berasal dari bahasa Yunani, cnido yang berarti penyengat karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel penyengat. Sel penyengat tersebut terletak pada tentakel yang terdapat di sekitar mulutnya.
1.      Ciri-ciri filum Coelenterata
-          Merupakan Hewan multiseluler Invertebrata
-          Habitatnya di laut atau air tawar
-          Struktur tubuhnya radial simetris
-          Tubuhnya tersusun dari dua lapisan kulit (diplobastik), yaitu ektoderm dan endoderm.
-          Tubuhnya terdiri dari kantong dan rongga gastrovaskuler untuk mencerna makanan.
-          Diantaranya terdapat rongga (mesoglea)
Mesoglea : lapisan bukan sel yang terdapat di antara lapisan epidermis dan gastrodermis
-          Memiliki mulut sekaligus sebagai anus
-          Memiliki sel penyengat (nematokist) yang mengandung razat racun hipnotoksin pada tentakelnya 
-          Memiliki bentuk tubuh polip dan medusa.
-          Secara seksual, yaitu dengan penyatuan sperma dan sel telur yang akan terbentuk zigot. Sedangkan secara aseksual dengan pembentukan tunas dan pembelahan
http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSWsSoBCooukUMIR2hdjB29L9NFEvi7LxHbtDx5fSgGCGywCdwo             http://i1005.photobucket.com/albums/af177/aditya_pandhu/cnidaria-medusa.png
(a)                                                  (b)
Gambar 8. Morfologi tubuh Coelenterata (a) Bentuk Polip, (b) Bentuk Medusa (Sumber: Http://1.bp.blogspot.com)
      Coelenterata memiliki 2 bentuk dasar yaitu Polip dan Medusa
a.       Fase Polip Coelenterata
Daur hidup Coelenterata mengalami fase polip dan fase medusa. Pada fase polip hidup Coelenterata menempel di batuan perairan. Terlihat pada Gambar (a) bentuknya seperti silinder dengan ujung yang satu terdapat mulut yang dikelilingi tentakel dan ujung lain buntu untuk melekatkan diri. Polip ini umumnya hidup secara soliter atau menyendiri, tetapi ada pula yang membentuk koloni, karena dia melekat jadi tidak dapat bergerak bebas. Polip yang membentuk koloni mempunyai beberapa macam bentuk menurut fungsinya, yaitu polip untuk makan yang disebut gastozoid. Polip yang digunakan untuk pembiakan dengan menghasilkan medusa disebut gonozoiddan polip untuk pertahanan. Koloni dari beberapa bentuk polip disebut polimorfisme.
b.       Fase Medusa Coelenterata
Pada fase medusa, Coelenterata hidup melayang-layang di perairan. Bentuk tubuh Coelenterata tampak seperti payung/lonceng dengan tantakel pada bagian tepi yang melingkar, tampak transparan, dan berenang bebas. Di bagian tengah permukaan bawahnya terdapat mulut. Bentuk tubuh lain Coelenterata seperti bunga mawar dan mendapat julukan “mawar laut”. Fungsi dari medusa adalah untuk berkembang biak Coelenterata secara seksual, jadi pada fase medusa ini akan menghasilkan sperma dan ovum. Tidak semua Coelenterata mempunyai bentuk polip dan medusa, ada yang hanya mempunyai bentuk polip saja.
      Cara Cnidaria (Coelenterata)  mendapatkan makanan
Cnidaria hidup di perairan yang jernih yang mengandung partikel-partikel organic,  plankton atau hewa-hewan kecil. Cnidaria melakukan pencernaan secara ekstraseluler dan intraseluler. Cnidaria memanfaatkan sengatnya yang beracun untuk menangkap mangsanya. Pada Knidoblast, jika bagian knidosilnya tersentuh, akan mengakibatkan kontraksi dari knidoblast. Karena knidoblast mengkerut, maka nematocyst yang ada akan terjepit dan mengeluarkan semacam benang beracun.
Jika seekor hewan terperangkap, maka benang tersebut akan menusuk tubuh mangsa dan mengeluarkan racun Hypnotoxin  yang dapat melumpuhkan mangsa. Agar mangsa tidak terlepas, maka cnidaria mengeluarkan semacam getah secret yang lengket. Setelah itu, tentakel akan memendek dan mebengkok kearah mulut (ostium), sementara bagian tubuh (manubrium) memanjak sehingga ostium akan mendekati mangsa. Kemudian mangsa yang sudah berada di dalam rongga “usus”, akan dicerna oleh getah – getah dari kelenjar sampai terbagi – bagi menjadi struktur –struktur kecil, akan diambil oleh pseudopodia dan pencernaan dilanjutkan di dalam vakuola sel.
2.   Struktur tubuh hewan yang termasuk filum Coelenterata
Tubuh simetri radial, beberapa simetri biradial. Struktur tubuh Coelenterata dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu polip yang hidup menetap dan medusa yang hidup berenang bebas. Bentuk polip kurang lebih silindris, dengan satu ujung disebut oral yang mengandung mulut dikelilingi tentakel dan ujung lain yang menempel pada substrat disebut aboral. Bentuk medusa sperti lonceng atau mangkuk terbalik dengan bagian cembung mengarah ke atas dan bagian cekung dilengkapi mulut dan tentakel mengarah ke bawah.
Dinding tubuh Coelenterata terdiri atas 3 lapisan, yaitu epidermis yang merupakan lapisan paling luar, gastrodermis merupakan lapisan paling dalam dan membatasi rongga pencernaan, serta mesoglea yang terletak diantara epidermis dan gastrodermis.
a.       Sel-sel pembentuk lapisan epidermis
                                    Lapisan epidermis terdiri dari lima macam sel yaitu sel epitel otot (epitheiomuscle cells), sel interstisial (interstitial cells), sel cnidocyte, sel kelenjar lendir (mucos secreting cells), dan sel saraf indera (sensory nerve cells). (Suwignyo et al.,2005)
                       Sel epitel otot berukuran besar, merupakan pelindung tubuh; pada bagian dasarnya melebar dan menempel pada mesoglea berisi myofibril yang kontraktil dan berfungsi sebagai otot longitudinal sejajar sumbu oral-aboral. Sel interstial berukuran kecil, agak bulat, nucleus besar, terletak di antara sel epitel otot: mampu menghasilkan tipe sel lain seperti sperma, sel telur atau cnidocyte. Cnidocyte berukuran lebih kecil dari kedua macam sel tersebut di atas; terletak di antara atau mendesak sel epitel otot. Di dalam cnidocyte terdapat cnidocyte terdapat nematocyst, yaitu suatu struktur seperti kapsul bulat atau lonjong. Dalam filum Coelenterata selain nematocyst, ada bentuk lain, yaitu spirocyst dan ptychocyst. Spirocyst terdapat pada beberapa jenis Anthozoa. Benang yang telah ditembakkan akan larut menjadi jarring pekat yang lengket, dan berguna untuk menempel dan menangkap mangsa. Ptychocyst hanya terdapat pada anemone laut dari ordo Ceriantharia contohnya Cerianthus. (Suwignyo et al.,2005)
Gambar 9.  Potongan membujur dinding tubuh hydrozoa (Sumber: Suwignyo et al.,2005 hal 43)
b.   Sel-sel Pembentuk lapisan Gastrodermis
Gastrodermis terdiri atas beberapa macam sel, antara lain sel otot pencerna yang berflagel, sel kelenjar enzim dan sel kelenjar lendir. Sel otot pencerna (nutritive muscle cells) berfungsi untuk pencernaan dan sebagain otot yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu oral-aboral, membentuk lapisan otot melingkar. (Suwignyo et al.,2005)
Sel kelenjar enzim menghasilkan enzim untuk pencernaan di dalam rongga gastrovaskuler. Sel kelenjar lendir (mucus secreting cells) banyak terdapat di sekitar mulut. (Suwignyo et al.,2005)
3.      Klasifikasi filum Coelenterata
  Para ahli taksonomi membagi Coelenterata menjadi tiga kelas, yaitu Hydrozoa, Scyphozoa,   dan Anthozoa.
a)      Kelas Hydrozoa
Kebanyakan dari kelompok hewan ini adalah berkoloni. Beberapa jenis  Hydrozoa mempunyai nematosista yang kuat dan dapat menyebabkan iritasi dan sakit jika dasar dari kulit kita bersentuhan dengan mereka. Sebagian badannya sangat halus, berenda, berbentuk seperti belukar yang melekat pada dasar laut, dan sering dikira alga. Dalam satu koloni dapat dijumpai berbagai macam polip. Umumnya mereka adalah polip untuk makan, polip untuk bertahan yang menyengat dan polip perkembangbiakan yang menghasilkan bentuk yang berbeda dinamakan medusa untuk perkembangbiakan seksual. (Romimohtarto dan Juwana,2001: hal 135-136). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kelas ini yang menjadi tahap dominan adalah polip. Namun ada juga pergiliran bentuk polip menjadi medusa. Contoh : Hydra, Obelia, atau Physalia
(1)   Hydra
Berdasarkan pengamatan dapat kita lihat bentuk Hydra seperti kantung, berongga, dan tidak bersekat. Hidupnya secara soliter di air tawar. Makanannya berupa hewan-hewan kecil misalnya jentik nyamuk, udang, kerang. Hydra bereproduksi secara aseksual dan seksual.
Description: http://budisma.web.id/wp-content/uploads/2011/09/Gambar-8.13-Hydra-dengan-alat-perkembangbiakannya.jpg            Description: http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRFBuOZX6gvQsGq3A35Fj3Q4-bQ3PQqVz5c-H6DEHslDeIf5vNlLA
Gambar 10. Hydra dengan alat perkembangbiakanya (Sumber: http://alvyanto.blogspot.com/2012/10/phylum-coelenterata.html)
(2)   Obelia
Obelia merupakan jenis Coelenterata yang hidup di air laut dan hidup secara berkoloni. Tubuhnya mempunyai rangka luar yang mengandung kitin. Hidupnya sebagai koloni polip, yaitu polip hidrant yang berfungsi untuk makan dan polip gonangium yang berfungsi membentuk medusa dan dapat menghasilkan alat reproduksi.
Description: Gambar 8.14 Daur hidup Obelia
Gambar 11. Daur hidup Obelia (Sumber: http://budisma.web.id/coelenterata-dan-ciri-cirinya.html)

(3)    Physalia
Physalia mempunyai bagian tubuh sebagai pelampung, hidupnya sebagai koloni polip yaitu ada polip untuk makan (gastrozoid), polip untuk reproduksi (gonazoid) dan polip untuk menangkap mangsa (daktilozid).
Description: http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSVnvah9l5J1N-BrHa47SkEdRk-deGIigU3mYJyVkPEaVmztRA5
b)      Scyphozoa
Berasal dari scyphos = mangkok. Hewan ini dikenal sebagai ubur-ubur sebenarnya dan tidak terlalu berbisa. Tetapi orang sering salah paham memasukan Siphonophora yang sangat berbisa seperti Portuguese man o’ war . Memiliki bentuk dominan medusa. Polip bagian atas akan membentuk medusa lalu lepas melayang di air. Medusa akan melakukan kawin dan membentuk planula sebagai calon polip. Contoh : Aurelia aurita
Description: Gambar 8.15 Siklus hidup ubur-ubur                        Description: http://sarwoedi.files.wordpress.com/2008/11/02-ubur-ubur.jpg
(a)                                                                    (b)
Gambar  13. Siklus hidup ubur-ubur (a), Aurelia aurita (b) (Sumber:http://alvyanto.blogspot.com/2012/10/phylum-coelenterata.html)
c)      Anthozoa
Hewan itu termasuk kelas Anthozoa. Berdasarkan asal katanya, Anthos memiliki arti bunga, sering disebut sebagai mawar laut, bentuknya sangat indah. Polip bereproduksi secara aseksual dengan tunas,pembelahan dan fragmentasi. Reproduksi seksual dengan fertilisasi yang menghasilkan zigot lalu menjadi planula.
Hewan ini sebenarnya mempunyai tentakel. Termasuk jenis hewan ini adalah anemon laut dan hewan karang. Kebanyakan hidup secara berkoloni yang membentuk rumah dari kapur yang sering dinamakan “karang”. Contoh : Tubastrea (Koral/karang) , Urticina(Anemon Laut)
Description: http://anthozoa.info/Photos/Welcome/Anthozoans.jpg 
Perbedaan antara keiga kelas ini disajikan dalam bentuk tabel :
Indikator
Hydrozoa
Scyphozoa
Anthozoa
Metagenesis
Ada
Ada
Tidak
Fase terlama
Polip
Medusa
Polip

Reproduksi
Monogoni : Polip
Amphigoni : Medusa
Monogoni : Polip
Amphigoni : Medusa
Monogoni : -
Amphigoni : Polip

4.         Nilai Ekonomis hewan yang termasuk filum Coelenterata
Beberapa Coelenterata diperdagangkan sebagai ikan hias untuk akuarium laut, bahkan beberapa jenis diekspor ke Singapura, Eropa, Amerika Serikat dan Kanada. Biota tersebut dikemas dalam kantong plastic berisi oksigen dengan suhu 15ÂșC. jenis-jenis tersebut misalnya: Actinaria equima, Anemonia sulcata, Redianthus malu, Stoichactis keuti, Tubastrea aurea dan sebagainya. Ada juga Coelenterata yang dapat dikonsumsi dan diperdagangkan sebagai ubur-ubur asin, ialah beberapa jenis ubur-ubur Scyphozoa yang tidak beracun, contohnya antara lain Rhopilema esculata, Rhizostoma octopus dan Pelagia noctiluca
Anemon laut yang merupakan sub kelas zoantharia dapat dimanfaatkan sebagai komoditi perairan yang meiliki nilai ekologis dan ekonomis. Secara ekologi, hewan ini berfungsi dalam membentuk ekosistem terumbu karang. Perairan tropis tercatat 51 spesies ikang karang melakukan simbiosis fakultatif dengan anemon laut. Anemon juga berfungsi dalma pembentukan terumbu karang. Sel-sel endodermis dari anemon terdapat banyak sel-sel zooxanthellae sebagai simbion intraseluler. Zooxanthellae juga berfungsi dalam proses transfer 60% karbon dalam proses fotosintesis. Keberadaan anemon juga dapat meningkatkan perlindungan bagi proses kembangbiak beberapa jenis ikan-ikan karang. Nilai ekonomis dari anemon yaitu sumber pangan dan juga hewan pengisi akuarium.























BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Porifera adalah hewan yang termasuk avertebrata yang tubuhnya memiliki lubang-lubang mikroskopis yang hidup melekat di dasar perairan baik yang dangkal maupun yang dalam. Fase hidupnya yaitu yang dapat berenang bebas (larva) dan fase dewasa yang melekat pada dasar air yang tidak bisa bergerak (sesil), Porifera belum memiliki organ pencernaan, sistem saraf, dan sistem peredaran darah. Porifera bereproduksi melalui dua cara, yaitu secara generatif ataupun secara vegetatif. Reproduksi generatif, yaitu dengan sel-sel kelamin yang dihasilkan oleh sel amoeboid. Porifera termasuk hewan monoesius atau hermafrodit karena dalam satu tubuh bisa menghasilkan dua sel kelamin sekaligus. Reproduksi vegetatif dengan pembentukan tunas ataupun kuncup. Ketika kuncup atau tunas-tunas tersebut lepas akan tumbuh menjadi individu baru. Apabila Porifera berada dalam lingkungan yang kering, maka akan membentuk gemmule atau kuncup dalam yang nantinya juga bisa tumbuh menjadi individu baru.
Porifera diklasifikasikan menjadi 4 kelas berdasarkan jenis spikulanya, yaitu Calcarea, Hexactinellida, Demospongiae dan Sclerospongae
Colenterata merupakan hewan yang memiliki rongga. Termasuk hewan  diploblastik, tubuh simetri radial. Lapisan selnya terdiri dari ektoderm dan endoderm. Antara ekstoderm dan endoderm terdapat mesoglea. Pada tubuh bagian atas terdapat mulut, yang dikelilingi tentakel. Pada permukaan tentakel terdapat knidoblas (sel penyengat / nematosis). Hidup di air tawar maupun air laut.Tubuhnya dapat melekat pada dasar perairan. Coelenterata memiliki dua bentuk, yaitu :
a.       Polip, hidup soliter (menyendiri) tetapi ada yang berkoloni, tidak dapat bergerak bebas,melekat pada dasar perairan.
b.       Medusa, dapat menghasilkan dua macam gamet yaitu gamet jantan dan betina. Medusa dapat melepaskan diri dari induk dan berenang bebas didalam air. Bentuk seperti payung dengan tentakel yang melambai lambai.
Coelenterata diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu :
a. Hydrozoa
b. Scyphozoa
c.   Anthozoa




DAFTAR PUSTAKA

Agus Budiyanto dan Ichsan Amir .1996.  Mengenal Spons Laut (Demospongiae) secara Umum. Jurnal LIPI, 21(2): 15-31

Ismet, Meutia Samira,. Soedharma, Dedi,. dan Hefni Effendi.2011. Morfologi dan Biomassa Sel Spons Aaptos Aaptos dan Petrosia Sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 3(2): 153-161

Romimohtarto dan Juwana.2001.Biologi laut.Jakarta:Djambatan
Suparno.2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Forifera: Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Dibidang Farmasi. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPs 7002) Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Mei, hlm. 4

Suwignyo et al.2005.Avertebrata air jlilid 1.Bogor:Penebar Swadaya