BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Wilayah perairan baik laut, sungai, maupun
danau dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.
Keberadaan hewan-hewan di perairan merupakan salah satu biota laut yang sangat
menarik perhatian manusia, bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia
dan keunikannya, tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan
manusia. Pemanfaatan hewan-hewan yang hidup di perairan makin hari makin
meningkat seiiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keanekaragaman hewan di wilayah perairan
dunia ini menunjukan variasi yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu cara
yang tepat untuk mempermudah dalam mempelajarinya, yaitu taksonomi. Taksonomi
hewan ini diawali dengan adanya klasifikasi. Klasifikasi di sini dapat
diartikan sebagai pengelompokan hewan ke
dalam suatu grup dengan melihat persamaan dan perbedaannya. Dari klasifikasi
ini akan muncul unit formal pada sembarang tingkatan hirarki yang disebut
dengan takson. Makalah ini akan menjabarkan Porifera dan Coelenterata ditinjau
dari ilmu taksonomi hewan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana ciri-ciri filum Porifera?
2. Bagaimana struktur tubuh hewan yang
termasuk filum Porifera?
3. Bagaimana Klasifikasi filum Porifera?
4. Bagaimana nilai ekonomis hewan yang
termasuk filum Porifera?
5. Bagaimana ciri-ciri filum Coelenterata?
6. Bagaimana struktur tubuh hewan yang
termasuk filum Coelenterata?
7. Bagaimana Klasifikasi filum Coelentrata?
8. Bagaimana nilai ekonomis hewan yang
termasuk filum Coelenterata?
C. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan ciri-ciri filum porifera
2. Mendeskripsikan struktur tubuh hewan yang
termasuk filum Porifera
3. Menjelaskan klasifikasi filum Porifera
4. Menjelaskan nilai ekonomis hewan yang
termasuk filum Porifera
5. Menjelaskan ciri-ciri filum Coelenterata
6. Mendeskripsikan struktur tubuh hewan yang
termasuk filum Coelenterata
7. Menjelaskan klasifikasi filum Coelenterata
8. Menjelaskan nilai ekonomis hewan yang
termasuk filum Coelenterata
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Porifera (Spons)
1. Ciri-ciri filum Porifera
Menurut Kozloff (1990) sebagaimana dikutip oleh Meutia Samira et
al. (2011). Spons
adalah hewan metazoa multiseluler, yang tergolong ke dalam filum Porifera, yang
memiliki perbedaan struktur dengan metazoan lainnya. Romimohtarto dan Juwana (1999)
sebagaimana yang dikutip oleh Meutia Samira
et al. (2011) menyatakan bahwa hal
ini disebabkan seluruh tubuh spons terbentuk dari sistem pori, saluran dan
ruang-ruang, sehingga air dapat dengan mudah mengalir keluar dan masuk secara
terus menerus. Hewan ini mencari makan dengan mengisap dan menyaring air yang
melalui seluruh permukaan tubuhnya secara aktif
Porifera atau spons
memiliki bentuk tubuh yang sangat beragam, mulai dari bentuk tabung, gumpalan,
vas, menjalar, dan sebagainya. Porifera hidup di dalam air, sebagian besar menempel
pada substrat berupa batu karang atau pada cangkok hewan
lain, namun ada juga yang berdiri ditopang oleh semacam
stalk (batang semu) sehingga bentuknya tampak seperti tumbuhan. Ukuran diameter tubuh bervariasi antara beberapa millimeter hingga 2
meter. Spons atau Porifera tidak dapat bergerak
seperti hewan pada umumnya. Sementara itu warna spons juga
beraneka ragam seperti ungu, biru, kuning, merah terang, orange atau putih yang
merupakan simbiosis dengan bakteri atau alga bersel satu.
2.
Struktur Tubuh hewan yang termasuk filum Porifera
Ukuran tubuh Porifera sangat bervariasi,
dari sebesar kacang polong sampai setinggi 90 cm dan lebar 1 m. Bentuk tubuh
Spons juga bermacam-macam, beberapa simetri radial, tetapi kebanyakan berbentuk
tidak beraturan dengan pola bervariasi. Genus Leucosolenia adalah salah satu jenis spons yang bentuknya
sangat sederhana, seperti kumpulan jambangan kecil yang berhubungan satu sama
lain pada bagian pangkalnya, hidup di laut menempel pada batu karang di bawah
batas air surut terendah. Di dalam setiap individu yang berbentuk seperti
jambangan tersebut terdapat rongga yang disebut
spongocoel atau atrium. Pada permukaan tubuhnya terdapat lubang-lubang
atau pori-pori yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel, kemudian akhirnya
keluar melalui osculum. (Suwignyo et al: 2005, 34)
Gambar 1. Anatomi tubuh
Spons (Sumber: Campbell jilid 2)
Gambar 2. Struktur sponge yang sederhana, A. Koloni kecil
kulit Leucosolenia, B. Potongan tubuh, C. Schypa
Sumber: Suwignyo et
al., 2005
Secara
umum spons terdiri dari beberapa jenis sel yang menyusun struktur tubuh dan
biomassanya. Sel-sel tersebut memiliki fungsi yang berperan dalam organisasi
tubuh spons. Dinding tubuh spons terorganisasi secara sederhana. Lapisan luar
dinding tubuh disusun oleh sel-sel pipih yang disebut pinacocytes. Pada
dinding tubuh spons juga terdapat pori-pori tempat masuknya air ke dalam tubuh,
yang dibentuk oleh porocyte. Sel-sel ini dapat membuka dan menutup
dengan adanya kontraksi. (Meutia Samira et al, 2011)
Pada bagian dalam pinacoderm
terdapat mesohyl, yang terdiri dari matriks protein bergelatin yang
mengandung skeleton dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini berfungsi seperti
jaringan ikat pada metazoa lainnya. Skeleton spons demospongia terbentuk dari
spikula bersilika dan serat protein spongin. Spikula spons memiliki jenis yang
beragam, sehingga dijadikan dasar untuk identifikasi spons. Spikula berada di
dalam mesohyl, namun sering juga ditemukan pada lapisan pinacoderm.
(Meutia Samira et al, 2011)
Menurut
Rupert and Barnes (1994) sebagaimana dikutip oleh Meutia Samira et al. (2011) sel-sel
amoeboid dapat ditemukan pada mesohyl, dan tersusun dari beberapa jenis
sel. Archaeocyt adalah sel berukuran besar dengan nukleus yang besar
pula. Sel ini merupakan sel fagositosis dan berperan dalam digesti makanan,
serta bersifat totipotent. Sel-sel lainnya adalah collencytes, sclerocytes,
dan spongocytes, serta choanocytes, terdapat pada bagian dalam mesohyl,
sejajar dengan spongocoel. Sel ini berperan dalam pergerakan air dalam
tubuh spons dan untuk menyediakan makanan
Ada 3 tipe saluran air spons yakni tipe asconoid, syconoid dan
leuconoid yang merupakan bentuk elaborasi dari permukaan choanoderm dan
mesohyl. Pada tipe asconoid, atriumnya besar dan tidak
terpartisi, pada tipe asconoid bagian tepi atrium terbagi menjadi sejumlah
rongga kecil dimana area permukaan choanocytes meningkat, sedangkan pada
tipe leuconoid atrium tereduksi menjadi semacam lorong-lorong mesohyl
dengan jaringan kanal air yang kompleks dan banyak rongga berflagella.
Contoh tipe saluran asconoid ditampilkan pada genus Leucosolenia,
sedangkan tipe syconoid dicontohkan pada genus scypha.
Gambar 2. Tipe-tipe system kanal pada Spons
Semua spons
memiliki kemampuan reproduksi secara seksual, dan beberapa tipe mampu
bereproduksi secara aseksual. Porifera mempunyai kemampuan regenerasi yang
tinggi. Bagian spons yang terpotong akan mengalami regenerasi menjadi utuh
kembali. Kemampuan regenerasi ada batasnya, misalnya potongan spons harus lebih
besar dari 0,4 mm dan mempunyai beberapa sel choanocyte supaya mampu melakukan
regenerasi menjadi spons baru yang kecil (Suwignyo et al., 2005).
Reproduksi
aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) atau
pembentukan sekelompok sel esensial terutama amoebocyte, kemudian dilepaskan.
Spons air tawar dan air laut membentuk gemmule, yaitu tunas internal. Gemmule
terbentuk dari sekumpulan amoebocyte berisi cadangan makanan dikelilingi
amoebocyte yang membentuk lapisan luar yang keras dan acapkali terdapat spikula
sehingga membentuk dinding yang resisten Reproduksi seksual terjadi baik pada
spons yang hermaproduktif, namun sel telur dan sperma diproduksi pada waktu
yang berbeda sperma dan telur dihasilkan oleh amoebyte osculum bersama aliran
air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air. Dalam
spongocoel atau feagelated chamber, sperma akan masuk ke choanocyte atau
amoebocyte. Sel amoebocyte berfungsi sebagai pembawa sperma menuju sel telur,
terjadilah pembuahan (fertilisasi), perkembangan embrio sampai menjadi larva
berflagella masih di dalam mesohyl. Larva berflagella disebut juga larva amphiblastula.
Keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar dari tubuh induk melalui
osculum. Larva amphiblastula berenang bebas beberapa saat kemudian menempel
pada substrat tumbuh menjadi besar dan dewasa.
3.
Klasifikasi
Filum Porifera
Porifera
terdiri dari 4 kelas berdasarkan jenis spikulanya, yaitu Calcarea,
Hexactinellida, Demospongiae dan Sclerospongae (Suwignyo et al, 2005).
Gambar 3. Filum Porifera. Kelas Calcarea: Scypha. Kelas Hexatinellida: Regadrella (Spons kaca). Kelas
Demospongia: Poterion (Piala
Neptunus), Microciona dan Haliclona (Sumber: Suwignyo et al., 2005)
1) Kelas Calcarea
Ciri-ciri dari
calcarea: Rangka tubuh Calcarea tersusun dari kalsium karbonat, rangkanya berspikula
kapur, kanositnya besar, spikula berbentuk monokson,triakson, maupun tetrakson,
anggotanya memiliki ketiga saluaran kanal, oscan, sycon, leucon, Umumnya
calcarea tubuhnya kecil sekitar 3-4 inci, morfologi luarnya tersusun atas
Ostium, Pinakosit dan Oscalum ,perkembang biakan secara vegetatif dan generatif.
* Perkembangan secara vegetatif –> pembentukan tunas dan gemulae ( utir benih )
* Perkembangan secara generatif –> berlanngsung secara Anisogami
* Perkembangan secara vegetatif –> pembentukan tunas dan gemulae ( utir benih )
* Perkembangan secara generatif –> berlanngsung secara Anisogami
Habitat calcarea sebagian terdapat pada lauut yang ber suhu hangat, ditemukan
diperairan dangkal yang terlindungi dan memiliki kedalaman kurang dari 1000 m.
Pada daerah teropis calcarea berasosiasi dangan trumbu karang.
Kebanyakan
calcarea bereproduksi secara aseksual dengan regenerasi jaringan. Spong
juga dapat bereproduksi secara seksual dengan menjadi hermaprodit sperma dan
telur dapat di produksi secara berurutan pada waktu yang sama. Sel sperma dan
telur dilepas di dalam air dan dibuahi antar spesies. Telur yang dibuahi akan
menjadi larva dan berenag bebas.
2)
Kelas Hexactinellida
Ciri-ciri Hexactinellida : Hexactinellida adalah kelas dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Porifera.
Golongan ini spikulanya tersusun dari zat kersik dan hidup di laut yang dalam.
Hewan ini juga disebut spons gelas. Mereka hidup di laut,
mempunyai spikula dengan enam jejari polong, tubuh dapat mencapai panjang
hampir 1 m dan hidup di kedalaman 100 – 4.500 m. Contoh porifera dari kelas ini
adalah Euplectella aspergillum.
Gambar 5. Kelas Hexatinellida (Sumber:http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/02/19/hexatinellida/ )
Reproduksi pada
hexactinellida sperma
ditransfer ke organisme lain melalui air, dan kemudian harus membuat jalan
sendiri menuju kesel telur. Setelah pembuahan larva di inkubasi selama waktu
yang relativ lama, sehingga mereka bahkan membentuk spikula dasar sebelum
dilepas sebagai larva parenchymella. Hal ini berbeda dengan spons lainnya yang mempunyai flagela atau alat gerak
lainnya. Setelah larva menempel di dasar laut larva bermetamorfosis dan spons
dewasa mulai tumbuh.
3)
Kelas
Demospongiae
Demospongiae adalah kelas dari anggota
hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Porifera. Golongan ini
bertulang lunak karena tidak memiliki rangka. Ada beberapa yang memiliki rangka
yang tersusun dari serabut-serabut spongin dengan spikula dari zat kersik.
Sebagian besar anggota demospongiae berwarna cerah karena mengandung pigmen
granula dibagian sel amobositnya .
Hampir 75% jenis spons yang dijumpai di
laut adalah dari kelas Demospongiae. Spons dari kelas ini tidak memiliki
spikula "triaxon" (spikula kelas Hexactinellidae), tetapi spikulanya
berbentuk "monaxon", "tetraxon" yang mengandung silikat.
Beberapa jenis spons kelas ini ada yang tidak mengandung spikula tetapi
hanya mengandung serat-serat kolagen atau spongin saja.
Gambar 6. Kelas Demospongiae (Sumber:http//www.geoffschultz.org/Reef/Sponges/imagepages/2005022113808.html)
Demospongiae dapat bereproduksi
secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi seksual spermatosit berkembanng
dari transfofmasi koanosit dan oosit timbul daro archeocytes. Pada pembelahan
sel telur terjadi di mesohil dan membentuk larva parenchimula dengan massa sel
internal berukuran besar yang dikelilingi oleh sel flagella eksternal yang
lebih kecil. Metode reproduksi aseksual mencakup pertunasan dan pembentukan
gemmules.
4)
Kelas
Sclerospongiae
Menurut Warren,1982;
Harrison dan De Vos,1991; Ruppert dan Barnes,1991 sebagaimana dikutip oleh
Suparno (2005) kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada
perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah
laut atau terowongan diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid
yang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen
ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium
karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat
Gambar 7.
Kelas Sclerospongiae (Sumber:http://www.unhas.ac.id/ikpp/Benny%20Buku%20Ajar.pdf)
4. Nilai ekonomis
hewan yang termasuk filum Porifera
Beberapa
spons laut seperti spons jari berwarna orange, Axinella canabina, diperdagangkan untuk menghias akuarium air laut;
ada kalanya diekspor ke Singapura dan Eropa. Jenis spons dari famili Clionidae
mampu mengebor dan menembus batu karang dan cangkang molusca sehingga membantu
pelapukan pecahan batu karang dan cangkang moluska yang berserakan di tepi
pantai. Ada pula spons yang tumbuh pada
kerang-kerangan tertentu dan mengganggu peternakan tiram.
Tidak
banyak hewan yang memakan spons karena banyak spikulanya dan baunya tidak
sedap. Musuh utama spons laut adalah siput jenis Nudibranchia. Musuh spons air tawar ialah larva serangga dari ordo
Neuroptera. Spons air tawar acapkali
mengotori jaring apung , mengganggu aliran air ke dalam jaring apung.
Spons perairan tropis memiliki potensi yang sangat
besar sebagai sumber senyawa bioaktif dapat dikembangkan menjadi komoditi
bernilai ekonomis tinggi. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan uji
bioaktivitas spons adalah pembuatan ekstrak kasar, fraksinasi, isolasi, uji
toksisitas dan identifikasi dengan kromatografi gas spektroskopi massa (GC-MS).
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak kasar spons dari alam dan hasil
transplantasi dengan konsentrasi 15 mg/ml menunjukkan aktif pada bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Hasil uji bioautografi
terhadap fraksi hasil Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Kolom
menunjukkan keaktifannya dalam menghambat bakteri S. aureus dan E.
coli. Identifikasi senyawa berdasarkan analisis GC-MS menunjukkan
keberadaan senyawa aktif spons Petrosia nigricans dari hasil
transplantasi diduga senyawa 2-Pentanone,4-hydroxy-4-methyl (CAS) dan
untuk spons dari alam diduga senyawa 2-Cyclohexan-1-one, 3,5,5-trimethyl.
(Anonim, 2009).
Menurut Bergquist & Hartman
1969; Bergquist 1978; Lawson Et Al. 1984 sebagaimana dikutip oleh Ichsan Amir dan
Agus Budiyanto (1996) beberapa
jenis spons lainnya telah
dikenal memiliki manfaat seperti untuk bioindikator pencemaran, indikator dalam
interaksi komunitas dan juga dipakai sebagai alat penggosok (bath sponges).
Beberapa jenis spons kaya akan senyawa kimia seperti karotin, asam amino bebas,
sterol, asam lemak, brominat phenol, derivat senyawa dibromotyrosine dan
bromopyrol serta senyawa kimia baru dan juga memiliki nilai yang penting untuk
industri farmasi . Hal
ini disebabkan beberapa jenisnya memiliki sifat antibiotis yang tinggi serta
"antifouling", dan "antiinflamatory" mengidentifikasi
senyawa kimia yang dikandung beberapa jenis spons untuk "Kimia
-Taksonomi", diantaranya adalah : pigmen karotin dalam spons jenis Antho,
Eurypon, Clathria, dan Cyamon; asam amino bebas dalam spons jenis Clathria;
Clathriopsumma
B.
Coelenterata
Nama Coelenterata berasal dari bahasa Yunani,
yaitu coelos yang berarti rongga sehingga
coelenterata berarti hewan yang memiliki rongga. Namun filum Coelenterara
lebih dikenal dengan nama Cnidaria. Kata Cnidaria berasal dari bahasa Yunani,
cnido yang berarti penyengat karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel
penyengat. Sel penyengat tersebut terletak pada tentakel yang terdapat di
sekitar mulutnya.
1.
Ciri-ciri filum Coelenterata
-
Merupakan Hewan multiseluler Invertebrata
-
Habitatnya di laut atau air tawar
-
Struktur tubuhnya radial simetris
-
Tubuhnya tersusun dari
dua lapisan kulit (diplobastik), yaitu ektoderm dan endoderm.
-
Tubuhnya terdiri dari kantong dan rongga gastrovaskuler
untuk mencerna makanan.
-
Diantaranya terdapat rongga (mesoglea)
Mesoglea :
lapisan bukan sel yang terdapat di antara lapisan epidermis dan gastrodermis
-
Memiliki mulut sekaligus sebagai anus
-
Memiliki sel penyengat (nematokist) yang mengandung razat
racun hipnotoksin pada tentakelnya
-
Memiliki bentuk tubuh polip dan medusa.
-
Secara seksual, yaitu dengan penyatuan sperma dan sel telur
yang akan terbentuk zigot. Sedangkan secara aseksual dengan pembentukan tunas dan pembelahan
(a)
(b)
Gambar 8. Morfologi tubuh Coelenterata (a) Bentuk Polip, (b) Bentuk Medusa (Sumber: Http://1.bp.blogspot.com)
Coelenterata
memiliki 2 bentuk dasar yaitu Polip dan Medusa
a. Fase
Polip Coelenterata
Daur hidup Coelenterata
mengalami fase polip dan fase medusa. Pada fase polip
hidup Coelenterata menempel di batuan perairan. Terlihat pada Gambar (a)
bentuknya seperti silinder dengan ujung yang satu terdapat mulut yang
dikelilingi tentakel dan ujung lain buntu untuk melekatkan diri. Polip ini
umumnya hidup secara soliter atau menyendiri, tetapi ada pula yang membentuk
koloni, karena dia melekat jadi tidak dapat bergerak bebas. Polip yang
membentuk koloni mempunyai beberapa macam bentuk menurut fungsinya, yaitu polip
untuk makan yang disebut gastozoid.
Polip yang digunakan untuk pembiakan dengan menghasilkan medusa disebut gonozoiddan polip untuk pertahanan.
Koloni dari beberapa bentuk polip disebut polimorfisme.
b. Fase Medusa Coelenterata
Pada fase medusa, Coelenterata hidup
melayang-layang di perairan. Bentuk tubuh Coelenterata tampak seperti
payung/lonceng dengan tantakel pada bagian tepi yang melingkar, tampak
transparan, dan berenang bebas. Di bagian tengah permukaan bawahnya terdapat
mulut. Bentuk tubuh lain Coelenterata seperti bunga mawar dan mendapat
julukan “mawar laut”. Fungsi dari medusa adalah untuk berkembang biak
Coelenterata secara seksual, jadi pada fase medusa ini akan menghasilkan sperma
dan ovum. Tidak semua Coelenterata mempunyai bentuk polip dan medusa, ada yang
hanya mempunyai bentuk polip saja.
Cara Cnidaria (Coelenterata) mendapatkan makanan
Cnidaria hidup di perairan yang jernih yang mengandung
partikel-partikel organic, plankton atau
hewa-hewan kecil. Cnidaria melakukan pencernaan secara ekstraseluler dan
intraseluler. Cnidaria memanfaatkan sengatnya yang beracun untuk menangkap
mangsanya. Pada Knidoblast, jika bagian knidosilnya
tersentuh, akan mengakibatkan kontraksi dari knidoblast. Karena knidoblast mengkerut,
maka nematocyst yang ada akan terjepit dan
mengeluarkan semacam benang beracun.
Jika seekor hewan terperangkap, maka benang tersebut
akan menusuk tubuh mangsa dan mengeluarkan racun Hypnotoxin yang dapat melumpuhkan
mangsa. Agar mangsa tidak terlepas, maka cnidaria mengeluarkan semacam getah
secret yang lengket. Setelah itu, tentakel akan memendek dan mebengkok kearah
mulut (ostium), sementara bagian tubuh (manubrium) memanjak sehingga ostium
akan mendekati mangsa. Kemudian mangsa yang sudah berada di dalam rongga
“usus”, akan dicerna oleh getah – getah dari kelenjar sampai terbagi – bagi
menjadi struktur –struktur kecil, akan diambil oleh pseudopodia dan pencernaan
dilanjutkan di dalam vakuola sel.
2. Struktur tubuh hewan yang termasuk filum Coelenterata
Tubuh simetri radial, beberapa simetri
biradial. Struktur tubuh Coelenterata dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
polip yang hidup menetap dan medusa yang hidup berenang bebas. Bentuk polip
kurang lebih silindris, dengan satu ujung disebut oral yang mengandung mulut
dikelilingi tentakel dan ujung lain yang menempel pada substrat disebut aboral.
Bentuk medusa sperti lonceng atau mangkuk terbalik dengan bagian cembung
mengarah ke atas dan bagian cekung dilengkapi mulut dan tentakel mengarah ke
bawah.
Dinding tubuh Coelenterata terdiri
atas 3 lapisan, yaitu epidermis yang merupakan lapisan paling luar,
gastrodermis merupakan lapisan paling dalam dan membatasi rongga pencernaan,
serta mesoglea yang terletak diantara epidermis dan gastrodermis.
a.
Sel-sel pembentuk lapisan epidermis
Lapisan
epidermis terdiri dari lima macam sel yaitu sel epitel otot (epitheiomuscle cells), sel interstisial
(interstitial cells), sel cnidocyte,
sel kelenjar lendir (mucos secreting
cells), dan sel saraf indera (sensory
nerve cells). (Suwignyo et al.,2005)
Sel epitel otot berukuran
besar, merupakan pelindung tubuh; pada bagian dasarnya melebar dan menempel
pada mesoglea berisi myofibril yang kontraktil dan berfungsi sebagai otot
longitudinal sejajar sumbu oral-aboral. Sel interstial berukuran kecil, agak
bulat, nucleus besar, terletak di antara sel epitel otot: mampu menghasilkan
tipe sel lain seperti sperma, sel telur atau cnidocyte. Cnidocyte berukuran
lebih kecil dari kedua macam sel tersebut di atas; terletak di antara atau
mendesak sel epitel otot. Di dalam cnidocyte terdapat cnidocyte terdapat
nematocyst, yaitu suatu struktur seperti kapsul bulat atau lonjong. Dalam filum
Coelenterata selain nematocyst, ada bentuk lain, yaitu spirocyst dan
ptychocyst. Spirocyst terdapat pada beberapa jenis Anthozoa. Benang yang telah
ditembakkan akan larut menjadi jarring pekat yang lengket, dan berguna untuk
menempel dan menangkap mangsa. Ptychocyst hanya terdapat pada anemone laut dari
ordo Ceriantharia contohnya Cerianthus. (Suwignyo
et al.,2005)
Gambar 9. Potongan membujur dinding tubuh hydrozoa
(Sumber: Suwignyo et al.,2005 hal 43)
b. Sel-sel
Pembentuk lapisan Gastrodermis
Gastrodermis
terdiri atas beberapa macam sel, antara lain sel otot pencerna yang berflagel,
sel kelenjar enzim dan sel kelenjar lendir. Sel otot pencerna (nutritive muscle cells) berfungsi untuk
pencernaan dan sebagain otot yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu
oral-aboral, membentuk lapisan otot melingkar. (Suwignyo
et al.,2005)
Sel kelenjar enzim menghasilkan
enzim untuk pencernaan di dalam rongga gastrovaskuler. Sel kelenjar lendir
(mucus secreting cells) banyak terdapat di sekitar mulut. (Suwignyo
et al.,2005)
3.
Klasifikasi filum Coelenterata
Para ahli taksonomi membagi Coelenterata menjadi tiga kelas,
yaitu Hydrozoa, Scyphozoa, dan Anthozoa.
a) Kelas Hydrozoa
Kebanyakan dari kelompok hewan ini adalah berkoloni. Beberapa jenis Hydrozoa mempunyai nematosista yang kuat dan
dapat menyebabkan iritasi dan sakit jika dasar dari kulit kita bersentuhan
dengan mereka. Sebagian badannya sangat halus, berenda, berbentuk seperti
belukar yang melekat pada dasar laut, dan sering dikira alga. Dalam satu koloni
dapat dijumpai berbagai macam polip. Umumnya mereka adalah polip untuk makan,
polip untuk bertahan yang menyengat dan polip perkembangbiakan yang
menghasilkan bentuk yang berbeda dinamakan medusa untuk perkembangbiakan
seksual. (Romimohtarto dan Juwana,2001: hal 135-136). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada
kelas ini yang menjadi tahap dominan adalah polip. Namun ada juga pergiliran bentuk polip menjadi medusa.
Contoh : Hydra, Obelia, atau Physalia
(1) Hydra
Berdasarkan
pengamatan dapat kita lihat bentuk Hydra seperti kantung,
berongga, dan tidak bersekat. Hidupnya secara soliter di air tawar. Makanannya
berupa hewan-hewan kecil misalnya jentik nyamuk, udang, kerang. Hydra bereproduksi
secara aseksual dan seksual.
Gambar 10. Hydra dengan alat perkembangbiakanya (Sumber:
http://alvyanto.blogspot.com/2012/10/phylum-coelenterata.html)
(2) Obelia
Obelia merupakan jenis Coelenterata yang
hidup di air laut dan hidup secara berkoloni. Tubuhnya mempunyai rangka luar
yang mengandung kitin. Hidupnya sebagai koloni polip, yaitu polip hidrant yang berfungsi untuk makan dan
polip gonangium yang berfungsi
membentuk medusa dan dapat menghasilkan alat reproduksi.
(3)
Physalia
Physalia mempunyai bagian tubuh sebagai
pelampung, hidupnya sebagai koloni polip yaitu ada polip untuk makan (gastrozoid),
polip untuk reproduksi (gonazoid) dan polip untuk menangkap mangsa (daktilozid).
b) Scyphozoa
Berasal dari scyphos = mangkok. Hewan ini
dikenal sebagai ubur-ubur sebenarnya dan tidak terlalu berbisa. Tetapi orang
sering salah paham memasukan Siphonophora yang sangat berbisa seperti Portuguese man o’ war . Memiliki bentuk dominan medusa. Polip bagian atas
akan membentuk medusa lalu lepas melayang di air. Medusa akan melakukan kawin dan
membentuk planula sebagai calon polip. Contoh : Aurelia aurita
(a)
(b)
Gambar 13. Siklus hidup ubur-ubur (a), Aurelia aurita (b) (Sumber:http://alvyanto.blogspot.com/2012/10/phylum-coelenterata.html)
c)
Anthozoa
Hewan itu termasuk kelas Anthozoa.
Berdasarkan asal katanya, Anthos memiliki arti bunga, sering disebut sebagai
mawar laut, bentuknya sangat indah. Polip bereproduksi secara aseksual dengan
tunas,pembelahan dan fragmentasi. Reproduksi seksual dengan fertilisasi yang
menghasilkan zigot lalu menjadi planula.
Hewan ini sebenarnya mempunyai
tentakel. Termasuk jenis hewan ini adalah anemon laut dan hewan karang.
Kebanyakan hidup secara berkoloni yang membentuk rumah dari kapur yang sering
dinamakan “karang”. Contoh : Tubastrea
(Koral/karang) , Urticina(Anemon
Laut)
Perbedaan antara keiga kelas ini
disajikan dalam bentuk tabel :
Indikator
|
Hydrozoa
|
Scyphozoa
|
Anthozoa
|
Metagenesis
|
Ada
|
Ada
|
Tidak
|
Fase terlama
|
Polip
|
Medusa
|
Polip
|
Reproduksi
|
Monogoni : Polip
Amphigoni : Medusa
|
Monogoni : Polip
Amphigoni : Medusa
|
Monogoni : -
Amphigoni : Polip
|
4.
Nilai
Ekonomis hewan yang termasuk filum Coelenterata
Beberapa Coelenterata diperdagangkan sebagai ikan hias
untuk akuarium laut, bahkan beberapa jenis diekspor ke Singapura, Eropa,
Amerika Serikat dan Kanada. Biota tersebut dikemas dalam kantong plastic berisi
oksigen dengan suhu 15ºC. jenis-jenis tersebut misalnya: Actinaria equima, Anemonia sulcata, Redianthus malu, Stoichactis keuti,
Tubastrea aurea dan sebagainya. Ada juga Coelenterata yang dapat dikonsumsi
dan diperdagangkan sebagai ubur-ubur asin, ialah beberapa jenis ubur-ubur
Scyphozoa yang tidak beracun, contohnya antara lain Rhopilema esculata, Rhizostoma octopus dan Pelagia noctiluca
Anemon
laut yang merupakan sub kelas zoantharia dapat dimanfaatkan sebagai komoditi
perairan yang meiliki nilai ekologis dan ekonomis. Secara ekologi, hewan ini
berfungsi dalam membentuk ekosistem terumbu karang. Perairan tropis tercatat 51
spesies ikang karang melakukan simbiosis fakultatif dengan anemon laut. Anemon
juga berfungsi dalma pembentukan terumbu karang. Sel-sel endodermis dari anemon
terdapat banyak sel-sel zooxanthellae sebagai simbion intraseluler.
Zooxanthellae juga berfungsi dalam proses transfer 60% karbon dalam proses
fotosintesis. Keberadaan anemon juga dapat meningkatkan perlindungan bagi
proses kembangbiak beberapa jenis ikan-ikan karang. Nilai ekonomis dari anemon
yaitu sumber pangan dan juga hewan pengisi akuarium.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Porifera adalah hewan yang termasuk avertebrata yang
tubuhnya memiliki lubang-lubang mikroskopis yang hidup melekat di dasar
perairan baik yang dangkal maupun yang dalam. Fase hidupnya yaitu yang dapat berenang bebas (larva) dan fase dewasa yang
melekat pada dasar air yang tidak bisa bergerak (sesil), Porifera belum
memiliki organ pencernaan, sistem saraf, dan sistem peredaran darah. Porifera bereproduksi melalui dua cara, yaitu secara generatif ataupun
secara vegetatif. Reproduksi generatif, yaitu dengan sel-sel kelamin yang
dihasilkan oleh sel amoeboid. Porifera termasuk hewan monoesius atau
hermafrodit karena dalam satu tubuh bisa menghasilkan dua sel kelamin
sekaligus. Reproduksi vegetatif dengan pembentukan tunas ataupun kuncup. Ketika
kuncup atau tunas-tunas tersebut lepas akan tumbuh menjadi individu baru.
Apabila Porifera berada dalam lingkungan yang kering, maka akan membentuk
gemmule atau kuncup dalam yang nantinya juga bisa tumbuh menjadi individu baru.
Porifera diklasifikasikan menjadi 4 kelas berdasarkan jenis spikulanya, yaitu Calcarea, Hexactinellida,
Demospongiae dan Sclerospongae
Colenterata merupakan hewan yang memiliki rongga.
Termasuk hewan diploblastik, tubuh
simetri radial. Lapisan selnya terdiri dari ektoderm dan endoderm. Antara
ekstoderm dan endoderm terdapat mesoglea. Pada tubuh bagian atas terdapat
mulut, yang dikelilingi tentakel. Pada permukaan tentakel terdapat knidoblas
(sel penyengat / nematosis). Hidup di air tawar maupun air laut.Tubuhnya dapat
melekat pada dasar perairan. Coelenterata
memiliki dua bentuk, yaitu :
a.
Polip, hidup soliter (menyendiri)
tetapi ada yang berkoloni, tidak dapat bergerak bebas,melekat pada dasar
perairan.
b.
Medusa, dapat menghasilkan dua macam gamet
yaitu gamet jantan dan betina. Medusa dapat melepaskan diri dari induk dan
berenang bebas didalam air. Bentuk seperti payung dengan tentakel yang melambai
lambai.
Coelenterata diklasifikasikan
menjadi 3 kelas, yaitu :
a. Hydrozoa
b. Scyphozoa
c. Anthozoa
DAFTAR PUSTAKA
Agus Budiyanto dan Ichsan Amir .1996. Mengenal Spons Laut
(Demospongiae) secara Umum. Jurnal LIPI, 21(2):
15-31
Ismet, Meutia Samira,. Soedharma, Dedi,. dan Hefni Effendi.2011. Morfologi dan Biomassa Sel Spons Aaptos
Aaptos dan Petrosia Sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
3(2): 153-161
Romimohtarto
dan Juwana.2001.Biologi laut.Jakarta:Djambatan
Suparno.2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Forifera: Demospongiae)
Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Dibidang
Farmasi. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPs 7002) Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Mei, hlm. 4
Suwignyo
et al.2005.Avertebrata air jlilid 1.Bogor:Penebar Swadaya
0 komentar:
Posting Komentar