Minggu, 20 April 2014

PENGEMBANGAN BIOFUEL BERBASIS KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF BIODIESEL

PENGEMBANGAN BIOFUEL BERBASIS KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF BIODIESEL
Eramona Dahiya
Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Beberapa tahun ke depan kebutuhan minyak bumi semakin besar, sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis. Saat ini sangat dibutuhkan energi alternatif yang merupakan pengganti bahan bakar minyak yang cadangannya terus berkurang dan akan lebih baik bila lebih ramah lingkungan. Beberapa jenis tanaman ternyata telah terbukti dapat digunakan sebagai sumber energi. Selain mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, terbarukan, memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan juga lebih ramah lingkungan. Dengan mengubah kandungan lemak yang ada pada beberapa tanaman melalui proses transesterifikasi dapat diperoleh senyawa ester yang dapat menggantikan minyak solar, dengan fermentasi gula dapat diperoleh etanol sebagai pengganti bensin, dan dengan memproses kotoran dengan bakteri anaerob dapat diperoleh biogas. Dengan pengolahan yang baik akan dapat diperoleh hasil yang memadai. Bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel adalah bahan bakar transportasi berbasis komoditas pertanian yang biasanya digunakan untuk bahan makanan. Produk komersial BBN yang cukup populer adalah bioetanol dan biodiesel. Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Di Indonesia, untuk memproduksi biodiesel umumnya digunakan metode transesterifikasi, dengan bahan baku jarak pagar, kelapa sawit.

Kata kunci : Biofuel, Pengembangan Biodiesel, Kelapa sawit,Transerifikasi











PENDAHULUAN
            Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama.  Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis selain itu kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama. Hal ini menuntut beberapa upaya untuk diciptakan bahan bakat alternatif, mengingat minyak bumi merupakan bahan galian yang sifatnya tidak mudah diperbaharui.
Sebenarnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan. Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih sederhana adalah biofuel seperti energi biogas, energi bioetanol dan biosolar. Energy  alternative ini selain berfungsi untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap sumber daya minyak bumi tetapi juga dapat meminimalisir limbah pencemaran udara yang dihasilan dari pengolahan minyak bumi.
            Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.           
            Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan energi yang dihasilkan oleh teknologi biofuel ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Penelitian tentang bahan bakar alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman, Prancis, dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel dengan memanfaatkan tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed, AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan untuk Indonesia tanaman yang paling potensial adalah kelapa sawit. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbarui. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya gasohol E-10, dan biodiesel dengan produknya B-10.
            Di Indonesia, usaha peningkatan produksi kelapa sawit hingga saat ini terus dilakukan, baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Usaha intensifikasi dilakukan dengan berbagai penelitian genetik bahan tanaman dan kultur teknis, sedangkan usaha ekstensifikasi dilakukan dengan berbagai program perluasan areal penanaman baru. Sehingga dari berbagai jenis bahan baku biodiesel maka biodiesel dari minyak kelapa sawit (CPO) mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia mengingat jumlah ketersediaan dan potensi pengembangan tanaman kelapa sawit yang cukup besar.

GAMBARAN KHUSUS
Biodiesel Berbahan Baku Kelapa Sawit
            Saat ini kebutuhan akan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi di semua sektor pengguna energi secara nasional juga semakin besar.             Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis selain itu kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama. Hal ini menuntut beberapa upaya untuk diciptakan bahan bakat alternatif, mengingat minyak bumi merupakan bahan galian yang sifatnya tidak mudah diperbaharui.
            Selain itu system pembaruan energy/energy alternative bertujuan dalam penurunan terhadap polusi lingkungan. Selain CO2, penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan emisi polutan seperti CO, NO, SO2, VOC, POP, PAH, partikulat, logam beracun (Cd, Hg, As, dll.) ke udara. Kepedulian terhadap permasalahan permasalahan di atas mendorong keluarnya kebijakan pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan peningkatan penggunaan energi baru terbarukan.         
            Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.
            Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan energi yang dihasilkan oleh teknologi ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbaruai. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya gasohol E-10, dan biodiesel dengan produknya B-10.
            Indonesia merupakan salah satu negara yang paling kaya sumber keanekaragaman hayatinya dan didukung dengan iklim yang sangat baik merupakan tempat tumbuhnya berbagai tanaman termasuk tanaman yang dapat menghasilkan energi alternative. sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku untuk produksi energi alternative untuk menggantikan bahan bakar minyak, baik berupa bioethanol sebagai pengganti premium maupun biodiesel sebagai pengganti minyak solar. Biodiesel mempunyai sifat pembakaran yang sangat serupa dengan minyak solar, sehingga dapat dipergunakan langsung pada mesin berbahan bakar minyak solar tanpa mengubah mesin.
            Penelitian tentang bahan bakar alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman, Prancis, dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel dengan memanfaatkan tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed, AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan untuk Indonesia tanaman dapat digunakan adalah kelapa sawit, biji jarak dan kacang kedelai. Namun , tanaman yang paling potensial adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dipilih sebagai alternatif untuk diesel karena mampu mengurangi emisi bersih karbon dioksida yang merupakan penyumbang utama pemanasan global.
            Di Indonesia, untuk memproduksi biodiesel umumnya digunakan metode transesterifikasi, dengan bahan baku jarak pagar, kelapa sawit.  dengan bantuan metanol dan natrium hidroksida (NaOH) sebagai katalis. Upaya pengembangan biodiesel mendesak dilakukan antara lain untuk mengurangi konsumsi solar dan juga dapat mengurangi beban masyarakat akibat mahalnya harga solar serta  pasokan yang tidak menentu. Selain itu juga  penggunaan biodiesel berfungsi untuk mengurangi polusi CO2 dari hasil pembakaran fosil.
            Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar, atau dicampur dengan solar dengan prosentase tertentu dapat membantu menyelesaikan beberapa permasalahan yang dihadapi dunia bahkan Indonesia yang sedang mengalami krisis energi fosil, disamping lebih ramah terhadap lingkungan, biodiesel juga merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable energy). Karakteristik biodiesel menyerupai karakteristik bahan bakar solar, bahkan secara umum angka setana dari biodiesel lebih tinggi, walaupun torsi dan daya yang dihasilkan masih sedikit lebih rendah dari solar.



Karakteristik Kelapa sawit
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Alaeis
Species : Alaeis guineensis
            Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
            Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengankelapa.
            Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
            Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
            Buah terdiri dari tiga lapisan:
• Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
• Mesoskarp, serabut buah
• Endoskarp, cangkang pelindung inti
            Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel                                                          
            Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Bahan dasarnya minyak nabati, yaitu kelapa sawit dan jarak pagar. proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati disebut transesterifikasi. Transeterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain. Dalam proses transesterifikasi diperlukan katalis untuk mempercepat proses. Untuk mempercepat reaksinya digunakan katalis methanol dan ethanol. biji kelapa sawit diperas dan disaring. Dari CPO proses berikutnya bisa digunakan untuk minyak goreng, yaitu melalui pemurnian terlebih dulu. Karena warna asli CPO itu gelap sekali. Sedangkan untuk menjadi bahan bakar, CPO akan diproses lebih lanjut dalam proses transesterifikasi maupun eksterifikasi.
            Proses esterifikasi yaitu mereaksikan methanol (CH3OH) dengan CPO parit dengan bantuan katalis asam yaitu asam sulfat (H2SO4). Dalam pencampuran ini, asam lemak bebas akan bereaksi dengan methanol membentuk ester
            Pada proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi yang dilakukan pada esterifikasi. Proses transesterifikasi melibatkan reaksi antara trigliserida dengan methanol membentuk metil ester. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencucian biodiesel. Temperatur air pencucian yang digunakan sekitar 60°C dan jumlah air yang digunakan 30% dari metil ester yang akan dicuci. Tujuan pencucian itu sendiri adalah agar senyawa yang tidak diperlukan (sisa gliserol, sisa metanol, dan lain-lain) larut dalam air. Kemudian hasil pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge untuk memisahkan air dan metal ester berdasarkan berat jenisnya. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan metil ester dengan menggunakan evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur di dalam metal ester.
            Pengeringan dilakukan lebih kurang selama 15 menit dengan temperature 105°C. Keluaran evaporator didinginkan untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan biodiesel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selain bisa dijadikan biodesel limbah cair hasil proses pengolahan kelapa sawit juga dapat dibuat sebagai gas metan dan pupuk cair.
Bahan Baku dan Proses Pembuatan BBN

Gambar 1: Bahan Baku dan Proses Pembuatan Bahan Bakar Nabati (Perpustakaancyber.blogspot.com)


Upaya Promosi
            Pemanfaatan kelapa sebagai bahan baku biodiesel akan memberikan nilai manfaat yang lebih besar dari buah kelapa, antara lain: 1) menghasilkan bahan bakar minyak diesel yang ramah lingkungan, 2) bahan baku dapat diperbaharui, 3) membuka diversifikasi produk olahan kelapa selain kopra, 4) meningkatkan nilai ekonomi kelapa dan kesejahteraan petani, dan 5) menyerap tenaga kerja yang lebih banyak karena proses produksi biodiesel kelapa relatif mudah dengan teknologi sederhana dan investasi rendah.
            Teknologi biodiesel relatif sederhana dengan produk berupa alkil ester asam lemak (metil atau etil ester) yang diproduksi melalui proses transesterifikasi. Pengembangan BBN (Bahan Bakar Alternatif) merupakan pilihan strategis dan berdimensi jangka panjang. Hal ini tertuang dalam Inpres No. 25/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional makin mempertegas arah pengembangan bahan bakar alternatif. Penggunaan biodiesel berpeluang memperbaiki kualitas lingkungan, menggerakkan perekonomian khususnya sector pertanian, memperkuat sistem ekonomi daerah, dan peluang bagi pemerintah setempat menarik minat investor dalam negeri maupun luar negeri.  
            Mengembangkan biodiesel berbahan baku kelapa berdasarkan keuntungan ekonomi dan lingkungan. Memberikan insentif kepada pengusaha biodiesel. Membentuk kelompok petani kelapa untuk membangun usaha biodiesel skala kecil dan sosialisasi pengolahan kelapa menjadi biodiesel dan manfaat pemakaiannya.
            Adapun dalam pelaksaan promosinya dapat melibatkan BUMD dan masyarakat setempat dalam menginisiasi usaha biodiesel sehingga dapat mengembangkan industri biodiesel berkelanjutan. Selain itu pemerintah juga memberikan subsidi biodiesel dan dapat memanfaatkan dan melatih tenaga setempat (lokal) untuk membantu usaha biodiesel.
            Teknologi biodiesel relatif sederhana dengan produk berupa alkil yang diproduksi melalui proses transesterifikasi. Beberapa rancang bangun pabrik biodiesel telah dikembangkan dan produk yang dihasilkan telah diuji, termasuk road test. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan/ Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung telah mengembangkan mesin pengolah biodiesel berkapasitas 50 liter dengan waktu proses 6-8 jam.
            Biodiesel produksi telah diuji coba sejak tahun 2001 untuk mesin-mesin pertanian dan kendaraan transportasi.. Pada akhir tahun 2004 telah dilakukan road test Medan-Jakarta dengan menggunakan biodiesel B-10 pada kendaraan truk dan mobil.
Mesin tersebut cocok untuk pulau terpencil yang memiliki pertanaman kelapa, sehingga dapat mengurangi konsumsi solar dan dapat mengembangkan produksi biodiesel.

Usaha Preventif
            Untuk memulai usaha biodiesel, petani kelapa memerlukan dana tunai untuk membeli peralatan dan mesin serta modal kerja. Kebutuhan dana tunai dapat diantisipasi dengan pembentukan kelompok petani kelapa untuk menghimpun modal bersama. Dana pengembangan BBN juga dapat berasal dari pinjaman berbunga rendah dan tanpa agunan dari Bank Pembangunan Daerah atau BUMN seperti PT Telkom, PLN, dan Pertamina, yang memiliki dana khusus Corporate Social Responsibility (CSR).
            Kelemahan lainnya adalah sistem pemasaran yang belum standar. Untuk itu diperlukan prosedur pemasaran yang standar sehingga produk akhir biodiesel siap dipasarkan di SPBU. Lokasi SPBU yang menjual biodiesel juga belum banyak diketahui masyarakat. Selan itu juga, sosialisasi penggunaan biodiesel oleh Pertamina masih kurang, sehingga masyarakat kurang menyadari manfaat biodiesel. Jika harga biodiesel murah dan masyarakat mengetahui manfaat biodiesel bagi lingkungan dan ekonomi pedesaan, diperkirakan biodiesel akan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Teknologi pembuatan biodiesel tergolong baru bagi petani kelapa sehingga perlu disosialisasikan melalui pelatihan dan pendampingan.
            Kebijakan pemerintah dalam hal bahan bakar nabati (BBN) dituangkan dalam Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energy nasional dan Inpres No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels) sebagai bahan bakar lain. Kebijakan ini merupakan payung hukum dalam pengembangan BBN. Namun demikian masih diperlukan peraturan yang lebih detail tentang jenis biodiesel untuk transportasi dan untuk industri serta standar mutu baku setiap jenis produk biodiesel. Jaminan pasokan bahan baku dan insentif bagi produsen dan pengguna biodiesel, seperti pembebasan pajak pertambahan nilai biodiesel untuk jangka waktu tertentu juga dapat mendorong pengembangan biodiesel.
            Sejauh ini di Indonesia belum ada pabrik minyak sawit yang juga memproduksi biodiesel secara komersial. Produksi biodiesel dari minyak sawit masih berskala laboratorium dengan penggunaan terbatas, seperti dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspitek Serpong, atau pabrik percontohan biodiesel milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera.
            Teknologi dan keuangan pemerintah Indonesia baru mampu untuk membangun pabrik berkapasitas 3.000 ton per tahun. Nada pesimistis juga terkait dengan pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit yang dapat memunculkan masalah kepemilikan lahan dan konservasi hutan. Polusi asap akan semakin meningkat jika pembukaan lahan dilakukan dengan cara pembakaran. Belum lagi masalah hilangnya keberagaman hayati. Permintaan BBN (Bahan Bakar Nabati) domestik masih rendah karena belum didukung kebijakan pemerintah. Pemerintah perlu menerbitkan aturan yang mewajibkan penggunaan BBN domestik.

DAFTAR PUSTAKA
Bustaman, Sjahrul. (2009). Strategi Pengembangan Industri Biodiesel Berbasis Kelapa di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 28 (2): 46-52.

Gupta, Ram., Demirbas, Ayhan. (2010). Gasoline, Diesel and Ethanol Biofuels from Grasses and Plants. Cambridge University Press, Cabridge.

Harpini, Banun. (2006).  Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol.28(3): 1-3.

Ismunandar. (2010) . Teknologi Penghemat dan Pereduksi Emisi Gas Buang Motor Diesel Kapal Perikanan.  Makalah Konferensi Kelautan Universitas Gajah Mada.

Jatmiko, Bambang. (27 februari 2014).. Industri kelapa sawit kembali bergeliat tahun ini. Kompas. Diakses tanggal 29 maret 2014 (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/27/1333131/GAPKI.Industri.Kelapa.Sawit.Kembali.Bergeliat.Tahun.Ini)

P. Ravi Kumar , K. Rajagopal , R. Hari Prakash and B. Durga Prasad , 2008. Performance of C.I. Engine Using Blends of Methyl Esters of Palm Oil with Diesel. Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 3: 217-220.

Putra, Fajar,. Hutabarat, Sakti., Tety, Ermy. (2012). Prospek Komoditas Minyak Kelapa Sawit (CPO) dalam Pemngembangan Biodiesel sebagai Alternatif Bahan Bakar di Indonesia. Pekbis Jurnal, Vol.4(3): 152-162.

Putri. (2012). Studi Proses Pembuatan Biodiesel dari M inyak Kelapa (Coconut Oil) dengan Bantuan Gelombang Ultrasonic. Jurnal Rekayasa Pengembangan, Vol. 6 (1): 2.
Sains. (12 Desember 2009). Biofuel kelapa sawit tak banyak memberi manfaat untuk rakyat. Kompas. Diakses tanggal 2 april 2014 (http://sains.kompas.com/read/2009/12/24/05425740/biofuel.kelapa.sawit.tak.banyak.memberi.manfaat.untuk.rakyat)
Santoso, Urip. (2012). Industri kelapa sawit sebagai solusi alternative penghasil energy yang ramah lingkungan. Diakses pada tanggal 29 maret 2014 (http://uripsantoso.wordpress.com/2012/06/13/industri-kelapa-sawit-sebagai-solusi-alternatif-penghasil-energi-yang-ramah-lingkungan/)
Schobert, Harold. (2013). ). Chemistry of Fossil Fuels and Biofuels. Cambridge University Press, Cambridge.
Simanjuntak, M.E. (2005). Beberapa Energi Alternative yang Terbarukan dan Proses Pembuatanya. Jurnal Teknik Simetrika, Vol. 4(1): 287-293.
Sugiyono, Agus. (2010). Peluang Pemanfaatan Biodiesel dari Kelapa Sawit sebagai Bahan Bakar Solar ALternatif Pengganti Minyak Solar di Indonesia. Prospek Pengembangan Biofuel seagai Bahan Bakar Minyak, pp 29-39.
Sugiyono, Agus. (2012). Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global. Diakses pada tanggal 9 April 2014. (http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/bahan-bakar-nabati-biofuel-mikroalga.html)
Sunarwan, Bambang. (2013). Pemanfaatan Limbah Sawit Untuk Bahan Bakar Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Jurnal Tekno Insentif Kopwi, Vol. 7 (2): 1-14.

Wi. (2007). Kelapa sawit. Diakses pada tanggal 29 maret 2014 (http://wi.2127.wordpress.com/2007/09/22/kelapa-sawit)
Yusuf, Rachman dan Hamid, ST. (2002). Preparasi Karakteristik Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit. Jurnal Teknologi  Makara, Vol. 6(2): 60-65.

Zainal, Arifin., Suhartanta. (2008).  Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Alternatif esin Diesel. Jurnal Penelitian Saintek, Vol3(1): 19-46.


0 komentar:

Posting Komentar