PENGEMBANGAN BIOFUEL
BERBASIS KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF BIODIESEL
Eramona
Dahiya
Jurusan
Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Beberapa tahun ke depan kebutuhan minyak bumi
semakin besar, sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan
minyak dunia semakin menipis. Saat ini
sangat dibutuhkan energi alternatif yang merupakan pengganti bahan bakar minyak
yang cadangannya terus berkurang dan akan lebih baik bila lebih ramah
lingkungan. Beberapa jenis tanaman ternyata telah terbukti dapat digunakan
sebagai sumber energi. Selain mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi,
terbarukan, memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan juga lebih ramah
lingkungan. Dengan mengubah kandungan lemak yang ada pada beberapa tanaman
melalui proses transesterifikasi dapat diperoleh senyawa ester yang dapat
menggantikan minyak solar, dengan fermentasi gula dapat diperoleh etanol
sebagai pengganti bensin, dan dengan memproses kotoran dengan bakteri anaerob
dapat diperoleh biogas. Dengan pengolahan yang baik akan dapat diperoleh hasil
yang memadai. Bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel adalah bahan bakar transportasi berbasis komoditas pertanian yang biasanya digunakan untuk bahan makanan.
Produk komersial BBN yang cukup populer
adalah bioetanol dan biodiesel. Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Di Indonesia, untuk
memproduksi biodiesel umumnya
digunakan metode transesterifikasi, dengan
bahan baku jarak pagar, kelapa
sawit.
Kata kunci : Biofuel, Pengembangan Biodiesel, Kelapa
sawit,Transerifikasi
PENDAHULUAN
Kelangkaan
bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan,
telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi
bersama-sama.
Selama
ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti
minyak bumi dan batubara. Sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan
bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis selain itu kenaikan harga
minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak
masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama. Hal ini
menuntut beberapa upaya untuk diciptakan bahan bakat alternatif, mengingat
minyak bumi merupakan bahan galian yang sifatnya tidak mudah diperbaharui.
Sebenarnya
sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari di musim
kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling
banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun
bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan. Energi terbarukan
lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih
sederhana adalah
biofuel seperti energi biogas, energi bioetanol dan biosolar. Energy
alternative ini selain berfungsi untuk mengurangi konsumsi masyarakat
terhadap sumber daya minyak bumi tetapi juga dapat meminimalisir limbah
pencemaran udara yang dihasilan dari pengolahan minyak bumi.
Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang
relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari
tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat
memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain
itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di
beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.
Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan
energi yang dihasilkan oleh teknologi biofuel ini lebih efesien dari minyak
bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Penelitian tentang bahan bakar
alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman, Prancis,
dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel dengan memanfaatkan
tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed,
AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan untuk Indonesia tanaman yang paling
potensial adalah kelapa sawit. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena
menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbarui.
Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan
sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis
biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya
gasohol E-10, dan biodiesel dengan produknya B-10.
Di Indonesia, usaha peningkatan produksi kelapa sawit hingga
saat ini terus dilakukan, baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Usaha intensifikasi dilakukan dengan berbagai penelitian genetik bahan tanaman
dan kultur teknis, sedangkan usaha ekstensifikasi dilakukan dengan berbagai
program perluasan areal penanaman baru. Sehingga dari berbagai jenis bahan baku
biodiesel maka biodiesel dari minyak kelapa sawit (CPO) mempunyai prospek untuk
dikembangkan di Indonesia mengingat jumlah ketersediaan dan potensi
pengembangan tanaman kelapa sawit yang cukup besar.
GAMBARAN KHUSUS
Biodiesel Berbahan Baku
Kelapa Sawit
Saat ini kebutuhan akan bahan bakar
semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan
wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi
di semua sektor pengguna energi secara nasional juga semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia
dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara.
Sementara berdasarkan beberapa laporan disebutkan bahwa cadangan minyak dunia
semakin menipis selain itu kenaikan harga minyak dunia yang
signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi
masalah energi bersama-sama. Hal ini menuntut beberapa upaya
untuk diciptakan bahan bakat alternatif, mengingat minyak bumi merupakan bahan
galian yang sifatnya tidak mudah diperbaharui.
Selain itu system pembaruan
energy/energy alternative bertujuan dalam penurunan terhadap polusi lingkungan. Selain CO2, penggunaan bahan bakar fosil
menghasilkan emisi polutan seperti CO, NO, SO2, VOC, POP, PAH, partikulat,
logam beracun (Cd, Hg, As, dll.) ke udara. Kepedulian terhadap permasalahan
permasalahan di atas mendorong keluarnya kebijakan pengurangan konsumsi bahan
bakar fosil dan peningkatan penggunaan energi baru terbarukan.
Energi alternatif biofuel yang
dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah
lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di
Indonesia serta dunia.
Sejumlah
penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan energi yang dihasilkan
oleh teknologi ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah
lingkungan. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan
yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbaruai. Ketersediaan cadangan bahan
bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan
neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di
Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya gasohol E-10, dan
biodiesel dengan produknya B-10.
Indonesia merupakan salah satu
negara yang paling kaya sumber keanekaragaman hayatinya dan didukung dengan
iklim yang sangat baik merupakan tempat tumbuhnya berbagai tanaman termasuk
tanaman yang dapat menghasilkan energi alternative. sebagai negara tropis
Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai bahan
baku untuk produksi energi alternative untuk menggantikan bahan bakar minyak,
baik berupa bioethanol sebagai pengganti premium maupun biodiesel sebagai
pengganti minyak solar. Biodiesel mempunyai sifat pembakaran yang sangat serupa
dengan minyak solar, sehingga dapat dipergunakan langsung pada mesin berbahan
bakar minyak solar tanpa mengubah mesin.
Penelitian
tentang bahan bakar alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti
Austria, Jerman, Prancis, dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel
dengan memanfaatkan tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak
dari tumbuhan rapeseed, AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan untuk
Indonesia tanaman dapat digunakan adalah kelapa sawit, biji jarak dan kacang
kedelai. Namun , tanaman yang paling potensial adalah kelapa sawit. Kelapa
sawit dipilih sebagai alternatif untuk diesel karena mampu mengurangi
emisi bersih karbon dioksida yang merupakan penyumbang utama pemanasan global.
Di Indonesia, untuk memproduksi
biodiesel umumnya digunakan metode transesterifikasi, dengan bahan baku jarak
pagar, kelapa sawit. dengan bantuan
metanol dan natrium hidroksida (NaOH) sebagai katalis. Upaya pengembangan
biodiesel mendesak dilakukan antara lain untuk mengurangi konsumsi solar dan
juga dapat mengurangi beban masyarakat akibat mahalnya harga solar serta pasokan yang tidak menentu. Selain itu
juga penggunaan biodiesel berfungsi
untuk mengurangi polusi CO2 dari hasil pembakaran fosil.
Penggunaan biodiesel sebagai bahan
bakar alternatif pengganti solar, atau dicampur dengan solar dengan prosentase
tertentu dapat membantu menyelesaikan beberapa permasalahan yang dihadapi dunia
bahkan Indonesia yang sedang mengalami krisis energi fosil, disamping lebih
ramah terhadap lingkungan, biodiesel juga merupakan bahan bakar yang dapat
diperbaharui (renewable energy). Karakteristik biodiesel menyerupai karakteristik
bahan bakar solar, bahkan secara umum angka setana dari biodiesel lebih tinggi,
walaupun torsi dan daya yang dihasilkan masih sedikit lebih rendah dari solar.
Karakteristik
Kelapa sawit
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Alaeis
Species : Alaeis guineensis
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Alaeis
Species : Alaeis guineensis
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24
meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain
itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas
untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengankelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengankelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri
dari tiga lapisan:
• Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
• Mesoskarp, serabut buah
• Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
• Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
• Mesoskarp, serabut buah
• Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
Pengolahan
Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel
Biodiesel
dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Bahan dasarnya minyak nabati,
yaitu kelapa sawit dan jarak pagar. proses pembuatan biodiesel dari minyak
nabati disebut transesterifikasi. Transeterifikasi merupakan perubahan bentuk
dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain. Dalam proses transesterifikasi
diperlukan katalis untuk mempercepat proses. Untuk mempercepat reaksinya
digunakan katalis methanol dan ethanol. biji kelapa sawit diperas dan disaring.
Dari CPO proses berikutnya bisa digunakan untuk minyak goreng, yaitu melalui
pemurnian terlebih dulu. Karena warna asli CPO itu gelap sekali. Sedangkan
untuk menjadi bahan bakar, CPO akan diproses lebih lanjut dalam proses
transesterifikasi maupun eksterifikasi.
Proses esterifikasi yaitu
mereaksikan methanol (CH3OH) dengan CPO parit dengan bantuan katalis asam yaitu
asam sulfat (H2SO4). Dalam pencampuran ini, asam lemak bebas akan bereaksi
dengan methanol membentuk ester
Pada proses transesterifikasi I
dan II prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan kalium hidroksida (KOH) dan
metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi yang dilakukan pada esterifikasi. Proses
transesterifikasi melibatkan reaksi antara trigliserida dengan methanol
membentuk metil ester. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencucian
biodiesel. Temperatur air pencucian yang digunakan sekitar 60°C dan jumlah air
yang digunakan 30% dari metil ester yang akan dicuci. Tujuan pencucian itu
sendiri adalah agar senyawa yang tidak diperlukan (sisa gliserol, sisa metanol,
dan lain-lain) larut dalam air. Kemudian hasil pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge
untuk memisahkan air dan metal ester berdasarkan berat jenisnya.
Selanjutnya dilakukan proses pengeringan metil ester dengan menggunakan
evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur di dalam metal
ester.
Pengeringan dilakukan lebih kurang
selama 15 menit dengan temperature 105°C. Keluaran evaporator didinginkan untuk
disimpan ke dalam tangki penyimpanan biodiesel. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa selain bisa dijadikan biodesel limbah cair hasil proses
pengolahan kelapa sawit juga dapat dibuat sebagai gas metan dan pupuk cair.
Gambar 1: Bahan Baku
dan Proses Pembuatan Bahan Bakar Nabati (Perpustakaancyber.blogspot.com)
Upaya
Promosi
Pemanfaatan kelapa sebagai bahan
baku biodiesel akan memberikan nilai manfaat yang lebih besar dari buah kelapa,
antara lain: 1) menghasilkan bahan bakar minyak diesel yang ramah lingkungan,
2) bahan baku dapat diperbaharui, 3) membuka diversifikasi produk olahan kelapa
selain kopra, 4) meningkatkan nilai ekonomi kelapa dan kesejahteraan petani,
dan 5) menyerap tenaga kerja yang lebih banyak karena proses produksi biodiesel
kelapa relatif mudah dengan teknologi sederhana dan investasi rendah.
Teknologi biodiesel relatif
sederhana dengan produk berupa alkil ester asam lemak (metil atau etil ester)
yang diproduksi melalui proses transesterifikasi. Pengembangan BBN (Bahan Bakar
Alternatif) merupakan pilihan strategis dan berdimensi jangka panjang. Hal ini tertuang
dalam Inpres No. 25/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN (biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No. 5/2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional makin mempertegas arah pengembangan bahan bakar
alternatif. Penggunaan biodiesel berpeluang memperbaiki kualitas lingkungan,
menggerakkan perekonomian khususnya sector pertanian, memperkuat sistem ekonomi
daerah, dan peluang bagi pemerintah setempat menarik minat investor dalam negeri
maupun luar negeri.
Mengembangkan biodiesel berbahan baku
kelapa berdasarkan keuntungan ekonomi dan lingkungan. Memberikan insentif
kepada pengusaha biodiesel. Membentuk kelompok petani kelapa untuk membangun
usaha biodiesel skala kecil dan sosialisasi pengolahan kelapa menjadi biodiesel
dan manfaat pemakaiannya.
Adapun dalam pelaksaan promosinya
dapat melibatkan BUMD dan masyarakat setempat dalam menginisiasi usaha biodiesel
sehingga dapat mengembangkan industri biodiesel berkelanjutan. Selain itu
pemerintah juga memberikan subsidi biodiesel dan dapat memanfaatkan dan melatih
tenaga setempat (lokal) untuk membantu usaha biodiesel.
Teknologi biodiesel relatif
sederhana dengan produk berupa alkil yang diproduksi melalui proses
transesterifikasi. Beberapa rancang bangun pabrik biodiesel telah dikembangkan
dan produk yang dihasilkan telah diuji, termasuk road test. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan/ Badan Litbang Pertanian bekerja sama
dengan Institut Teknologi Bandung telah mengembangkan mesin pengolah biodiesel
berkapasitas 50 liter dengan waktu proses 6-8 jam.
Biodiesel produksi telah diuji coba
sejak tahun 2001 untuk mesin-mesin pertanian dan kendaraan transportasi.. Pada
akhir tahun 2004 telah dilakukan road test Medan-Jakarta dengan
menggunakan biodiesel B-10 pada kendaraan truk dan mobil.
Mesin
tersebut cocok untuk pulau terpencil yang memiliki pertanaman kelapa, sehingga
dapat mengurangi konsumsi solar dan dapat mengembangkan produksi biodiesel.
Usaha Preventif
Untuk memulai usaha biodiesel, petani
kelapa memerlukan dana tunai untuk membeli peralatan dan mesin serta modal
kerja. Kebutuhan dana tunai dapat diantisipasi dengan pembentukan kelompok
petani kelapa untuk menghimpun modal bersama. Dana pengembangan BBN juga dapat
berasal dari pinjaman berbunga rendah dan tanpa agunan dari Bank Pembangunan
Daerah atau BUMN seperti PT Telkom, PLN, dan Pertamina, yang memiliki dana
khusus Corporate Social Responsibility (CSR).
Kelemahan lainnya adalah sistem
pemasaran yang belum standar. Untuk itu diperlukan prosedur pemasaran yang
standar sehingga produk akhir biodiesel siap dipasarkan di SPBU. Lokasi SPBU yang
menjual biodiesel juga belum banyak diketahui masyarakat. Selan itu juga, sosialisasi
penggunaan biodiesel oleh Pertamina masih kurang, sehingga masyarakat kurang
menyadari manfaat biodiesel. Jika harga biodiesel murah dan masyarakat
mengetahui manfaat biodiesel bagi lingkungan dan ekonomi pedesaan, diperkirakan
biodiesel akan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Teknologi pembuatan
biodiesel tergolong baru bagi petani kelapa sehingga perlu disosialisasikan
melalui pelatihan dan pendampingan.
Kebijakan pemerintah dalam hal bahan
bakar nabati (BBN) dituangkan dalam Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energy
nasional dan Inpres No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan
bakar nabati (biofuels) sebagai bahan bakar lain. Kebijakan ini
merupakan payung hukum dalam pengembangan BBN. Namun demikian masih diperlukan peraturan
yang lebih detail tentang jenis biodiesel untuk transportasi dan untuk industri
serta standar mutu baku setiap jenis produk biodiesel. Jaminan pasokan bahan baku
dan insentif bagi produsen dan pengguna biodiesel, seperti pembebasan pajak
pertambahan nilai biodiesel untuk jangka waktu tertentu juga dapat mendorong
pengembangan biodiesel.
Sejauh ini di Indonesia belum ada
pabrik minyak sawit yang juga memproduksi biodiesel secara komersial. Produksi
biodiesel dari minyak sawit masih berskala laboratorium dengan penggunaan
terbatas, seperti dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di
Puspitek Serpong, atau pabrik percontohan biodiesel milik Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera.
Teknologi dan keuangan pemerintah
Indonesia baru mampu untuk membangun pabrik berkapasitas 3.000 ton per tahun.
Nada pesimistis juga terkait dengan pembukaan lahan hutan untuk perkebunan
sawit yang dapat memunculkan masalah kepemilikan lahan dan konservasi hutan.
Polusi asap akan semakin meningkat jika pembukaan lahan dilakukan dengan cara
pembakaran. Belum lagi masalah hilangnya keberagaman hayati. Permintaan BBN
(Bahan Bakar Nabati) domestik masih rendah karena belum didukung kebijakan
pemerintah. Pemerintah perlu menerbitkan aturan yang mewajibkan penggunaan BBN
domestik.
DAFTAR
PUSTAKA
Bustaman,
Sjahrul. (2009). Strategi Pengembangan
Industri Biodiesel Berbasis Kelapa di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian,
Vol. 28 (2): 46-52.
Gupta, Ram.,
Demirbas, Ayhan. (2010). Gasoline, Diesel
and Ethanol Biofuels from Grasses and Plants. Cambridge University Press,
Cabridge.
Harpini,
Banun. (2006). Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Vol.28(3): 1-3.
Ismunandar.
(2010) . Teknologi Penghemat dan
Pereduksi Emisi Gas Buang Motor Diesel Kapal Perikanan. Makalah Konferensi Kelautan Universitas Gajah
Mada.
Jatmiko, Bambang. (27
februari 2014).. Industri kelapa sawit
kembali bergeliat tahun ini. Kompas. Diakses tanggal 29 maret 2014 (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/27/1333131/GAPKI.Industri.Kelapa.Sawit.Kembali.Bergeliat.Tahun.Ini)
P. Ravi Kumar , K. Rajagopal , R. Hari
Prakash and B. Durga Prasad , 2008. Performance of C.I. Engine Using Blends of
Methyl Esters of Palm Oil with Diesel. Journal
of Engineering and Applied Sciences, Vol. 3: 217-220.
Putra, Fajar,.
Hutabarat, Sakti., Tety, Ermy. (2012). Prospek
Komoditas Minyak Kelapa Sawit (CPO) dalam Pemngembangan Biodiesel sebagai
Alternatif Bahan Bakar di Indonesia. Pekbis Jurnal, Vol.4(3): 152-162.
Putri. (2012). Studi Proses Pembuatan Biodiesel dari M
inyak Kelapa (Coconut Oil) dengan Bantuan Gelombang Ultrasonic. Jurnal
Rekayasa Pengembangan, Vol. 6 (1): 2.
Sains. (12 Desember 2009). Biofuel kelapa sawit tak banyak memberi manfaat untuk rakyat.
Kompas. Diakses tanggal 2 april 2014 (http://sains.kompas.com/read/2009/12/24/05425740/biofuel.kelapa.sawit.tak.banyak.memberi.manfaat.untuk.rakyat)
Santoso,
Urip. (2012). Industri kelapa sawit
sebagai solusi alternative penghasil energy yang ramah lingkungan. Diakses
pada tanggal 29 maret 2014 (http://uripsantoso.wordpress.com/2012/06/13/industri-kelapa-sawit-sebagai-solusi-alternatif-penghasil-energi-yang-ramah-lingkungan/)
Schobert, Harold. (2013). ). Chemistry
of Fossil Fuels and Biofuels. Cambridge University Press, Cambridge.
Simanjuntak, M.E. (2005). Beberapa Energi Alternative yang
Terbarukan dan Proses Pembuatanya. Jurnal Teknik Simetrika, Vol. 4(1):
287-293.
Sugiyono, Agus. (2010). Peluang
Pemanfaatan Biodiesel dari Kelapa Sawit sebagai Bahan Bakar Solar ALternatif
Pengganti Minyak Solar di Indonesia. Prospek Pengembangan Biofuel seagai
Bahan Bakar Minyak, pp 29-39.
Sugiyono,
Agus. (2012). Pengembangan Bahan Bakar
Nabati untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global. Diakses pada tanggal 9
April 2014. (http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/bahan-bakar-nabati-biofuel-mikroalga.html)
Sunarwan, Bambang. (2013). Pemanfaatan Limbah Sawit
Untuk Bahan Bakar Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Jurnal Tekno Insentif Kopwi, Vol. 7 (2): 1-14.
Wi.
(2007). Kelapa sawit. Diakses pada
tanggal 29 maret 2014 (http://wi.2127.wordpress.com/2007/09/22/kelapa-sawit)
Yusuf, Rachman
dan Hamid, ST. (2002). Preparasi
Karakteristik Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit. Jurnal Teknologi Makara, Vol. 6(2): 60-65.
Zainal, Arifin.,
Suhartanta. (2008). Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Alternatif esin
Diesel. Jurnal Penelitian Saintek, Vol3(1): 19-46.